Terjemah ringkas kitab Risalah Al-Qusyairiyah { Dukacita/Al-Hazan }

  Allah SWT berfirman, “Alhamdu liLlaahilladzii adzhaba ;annal hazana “.(Fathir 34).

“Segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan duka cita dari kami “.

 Abu Sa’id Al-Khudri berkata, “Saya telah mendengar RasuluLlah SAW bersabda, “Tidak sedikitpun sesuatu yang akan menimpaseorang hamba yang beriman, baik berupa sakit, duka cita ataupun penyakit yang menyusahkan, melainkan Allah akan mengampuni dosa-dosanya”.

 Yang dimaksud duka cita atau ikhuznu adalah suatu keadaan yang menyusahkan hati karena terhindar dari keterjerumusan hati dalam jurang kelalaian.  Duka cita juga merupakan bagian dari sifat orang-orang yang menempuh jalan kehidupan untuk Allah SWT.

 Syaikh Abu Ali Ad-Daqaq mengatakan, “Orang yang berduka cita akan memutuskan jalan Allah dalam jangka waktu satu bulan terhadap apa-apa yang diputuska oleh Allah karena tidak mendapatkan kesusahan selama dua tahun”.

Dalah hadits disebutkan, “Allah SWT akan mencintai hati yang berduka cita”. Dalam kitab taurat disebutkan, “Jika Allah mencintai seorang hamba maka hatinya dijadikan meratap. Jika Allah membencinya maka hatinya dijadikan keras.” Diriwayatkan bahwa RasuluLlah SAW selalu berduka cita apabila dalam keadaan berpikir.

 Menurut Bisyir bin Harits, duka cita di ibaratkan saja yakni apabila ia menempati suatu tempat, maka ia tidak akan rela tempat itu diduduki orang lain. Menurut pendalat lain, apabila di dalam hati tidak terdapat duka, maka ia akan runtuh dan roboh. Ibarat rumah apabila tidak ada penghuninya maka ia akan rubuh dan roboh. Menurut Abu Sa’id Al Quraisy, menangis karena duka cita mengakibatkan buta, dan menangis karena rindu, pandangan mata akan terhalang, tetapi tidak buta. Allah SWT berfirman, “Wabayyadhat ‘ainaahu minal huzni fahuwa kadhiim”. “Kedua matanya menjadi putih karena dukacita, tetapi dia tidak mampu menahan amarah”.(QS. Yusuf 48).

 Sedangkan menurut Ibnu Khafif, duka cita dapat memperkecil keinginan hawa nafsu dan bergejolaknya suka cita.

 Rabi’ah AL-Adawiyah pernah mendengar seorang laki-laki mengeluh, “alangkah dukanya hati ini”. Rabi’ah Al-Adawiyah menegurnya,” Berkatalah alangkah sedikitnya duka ini. Apabila engkau mendapatkan duka cita, maka engkau tidak akan mengeluh.” Menurut Sufyan bin Uyainah, apabila seorang yang berduka cita karena menangis untuk kepentingan umat, maka Allah SWT akan memberikan rahmat kepada mereka.

 Dawud At-Tha’I adalah orang yang sangat berduka cita. Di tengah malam ia mengeluh, “Wahai TUhan, telah Engkau timpakan berbagai duka cita kepadaku, sehingga aku tidak bias tidur. “ Dia berkata kepada dirinya, “Bagaimana mungkin orang yang selalu mendapatkan cobaan setiap waktu hatinya akan terhibur dan terlepas dari duka cita.”

 Menurut satu pendapat, duka cita dapat mencegah makanan, sedangkan takut akan dapat mencegah dosa. Seorang ulama pernah ditanya, “apa indikasi orang yang berduka cita ?”

“Banyak mengeluh” jawabnya.

Sarry As-Saqthi berkata, “Saya sangat menginginkan duka cita yang telah dialami oleh kebanyakan orang.” Ketika mereka (Ulama) ditanya tentang duka cita, mereka akan menjawab, “Berduka cita karena akhirat adalah terpuji, sedangkan berduka cita karena dunia adalah tercela”. Menurut Abu Utsman, segala bernut duka cita adalah keistimewaan dan kautamaan bagi orang mukmin selagi bukan untuk kemaksiyatan. Apabila ia tidak memberiakn keistimewaan, maka pasti ia memberikan kebersihan. Sebagian guru sufi apabila hendak bepergian akan berkata, “Apabila saya melihat orang yang berduka cita, maka saya mengucapkan salam”.

 Saya (Syaikh Al-Qusyairy) telah mendengar Syaikh Au Ali Ad-Daqaq berkata, “Sebagian guru sufi bertanya kepada matahari ketika terbenam, ‘apakah engkau hari ini terbit dalam keadaan duka ?” . pada suatu cerita, Hasan Al-Bashri tidak pernah terlihat oleh seseorang. Dia menduga bahwa Hasan tertimpa musibah.

 Waki’ berkata, “ketika Fudhail bin Iyadh meninggal dunia, ‘Pada hari ini duka cita telah lenyap dari bumi”. Menurut ulama salaf, kebanyakan sesuatu yang dijumpai orang mukmin dalam catatan amalnya adalah susah dan duka cita.” Menurut Fudhail bin Iyadh, ulama salaf selalu berkata, “Segala sesuatu adalah zakat. Sedangkan zakat adalah duka citanya akal”.

 Suatu saat Abu Utsman Al-hirri ditanya tentang duka cita. Dia menjawab, “Orang yang selalu berduka cita tidak akan lepas dari permohonan orang yang berduka cita. Bersungguh-sungguhlah mencari duka cita, setelah itu memohonlah”.