Nyala - Nyala Abadi


aku adalah obor-obor berminyak
dan Engkaulah sang api
bakarlah aku menurut kemauanMu sendiri
hingga lenyaplah aku dan berkobarlah Engkau sendiri


minyak-minyak ini adalah khasanah
gambar para Nabi ada di dalamnya
bahkan kecupan Muhammad Sang Kekasih
dengan cahaya dadanya nan penuh kasih


Husein Mansur pun kan kaulihat memercik
dari tiap goresan ini
Attar Naisapuri pun kan kaulihat
melewati tujuh kota-kota cinta


dalam ribuan rubaiat
di mana aku sekarat
dalam milyunan rubaiat
di mana Andamajnun akan sekarat


terbakar adalah menjadi abu
lenyap ke dalam galau Sang Api
Cinta adalah menjadi satu
lenyap ke dalam Zat Azali
 al-faqir memuji Ia Yang Maha Kaya (Al-Ghaniyyu), hingga atas ke-kayaan-Nya dan kemuliaan ‘izzah-Nya, mengalir melalui bayangan fatamorgana ini Samudra Keindahan-Nya.

al-faqir yang dho`if memuji Ia Yang Maha Semarak dan senantiasa dipenuhi Keagungan, higga atas Keagungan-Nya dan kesemarakan-Nya, ter-wujud-lah wewangian al-jannah al-’adn di hati faqir yang mahadho’if.

al-faqir yang buta (‘umyun)  memuji Ia Yang Maha Melihat dan senantiasa Melihat dengan Zat-Nya, hingga atas Keawasan-Nya, ter-lihat-lah seluruh alam samudra keindahan-Nya, dan Yaa  Bashiiru,  tunjukkanlah padaku apa yang kau maksudkan dengan innahu ‘aliimun bidzaatish-shuduur (sesungguhnya Dia mengetahui apa-apa yang ada di dalam dada)

al-faqir yang terhina (adz-dzaliil) memuji Ia Pemilik Segenap Kemuliaan (Yaa Dzal-’izzati jamii’aa), sehingga Jubah Kemuliaan-Nya Yang dipenuhi Ronce-Ronce Keagungan ditutupkan pada tubuh faqir yang penuh kusta ini.

al-faqir yang sesat memuji Ia Sang Maha Pemberi Petunjuk, - Yaa Haadiy-,  sehingga bersinar binarlah Cahaya petunjuk sebagaimana yang telah Engkau firmankan pada kekasih - Mu, wa wajadaka dhoollan fa haadaa (dan  Ia temukan engkau dalam keadaan sesat (bodoh) maka Ia tunjuki).

al-faqir yang senantiasa berada dalam hakikat kegelapan (azh-zhulumaat)  memuji Sang Cahaya , - Yaa Nuur-, yang Cahaya-Nya tampak dalam Segala. Duhai Cahaya, pe-wujud  segala yang maujud.
al-faqir yang senantiasa berada dalam ketakutan (al-khouf)  memuji Sang Maha Pemaaf dan Sang Maha Kasih, - Yaa Dzal-’afwi war-rahmah-,  yang Ampunannya lebih luas dari kedua dunia dan Senantiasa Menatap hamba - Nya nan faqir dengan Sinar Kasih.

al-faqir yang senantiasa berada dalam geletar ketakutan  akan keadaan akhir, sakaratul-maut dan api neraka perpisahan abadi dengannya, memuji Sang Maha Cantik, Al-Jamiil,  yang  tiada akan pernah berkurang walau se-trilyun faqir kusta seperti daku menatap Wajah-Nya, sebagaimana yang Ia firmankan,  fa innamaa tuwalluu fatsamma wajhullah.

al-faqir  yang senantiasa ada dalam lautan kusta kehinaannya memuji Ia Dengan Segenap Sifat-Sifat Kamaliyyah-Nya, Dikaulah Maha Mentari Malam, Dikaulah Tambatan hati Para Pencari, Dikaulah Ash-Shomad  yang senantiasa Satu Tiada Terjangkau, Dikaulah Yang Berbicara di Segala Tempat, Dikaulah Yang Berpendar di Segala Waktu, Dikaulah Biji Mata Hasrat, Dikaulah Sari-Sari Qaf  (qudrah) dan  Kaf  (kun fayakun),  Dikaulah Penuang Anggur dan akulah sang pemabuk, Dikaulah Penjaga dan Yang Senantiasa Terjaga. Engkau Sendirian. Sempurna Sendirian. Bercahaya Sendirian. Bertahta Sendirian. Kesepian Sendirian. OO …. Tuhan.
madah pujian si kusta ini, dengarlah Wahai Tuhan Segala Ruang dan Segala Waktu, Wahai Tuhan Segala Jantung dan Urat Lehar, Wahai pendegup hati-hati nan maha lemah ini.

ada-pun  al-hikmah , tentu adalah milik mukmin, nan konon hilang. Dan sungguh Ia telah mengaruniakannya pada Lukman, para wali dan sekalian para Nabi Yang Mulia (a.s.). Maka apakah hikmah itu?

Konon, ada seorang ‘arif besar dari negeri Yunani, Hermes namanya. Sebagian orang mengatakan, Hermes tak lain adalah YM. Nabi Idris (a.s.). Ilmu Nabi Idris demikian tinggi, dan tiada terjangkau oleh para ‘urafa lain. Maka terpecahlah Samudra Ilmu beliau ke dalam dua dunia; tradisi para sufi Persia dan tradisi falsafah Yunani. Baik sufi maupun filsof mencari sophia. Maka apakah sophia itu?

Bagi sufi sophia  adalah terbakar lenyap dalam Samudra Nyala Asmara Tuhan.  Terbakar lenyap tanpa sisa. Seperti  abu - abu yang beterbangan. Atau buih ombak nan melenyap dalam palung samudra. Tidak ada diri. Apa-lagi maqam - maqam  ruhani ? Kemuliaan hanya-lah untuk Tuhan Semata.

Bagi filsof sophia adalah mengetahui seluruh yang memiliki wujud  sebagaimana ada-nya, dan artinya mencapai Kebijakan Tertinggi. Jika para filsof  menatap ke segala arah, mereka hanyalah ingin menatap Wajah Sejati Hakikat Segala Yang Ada ini.

Para sufi bergolakan dengan ribuan jubah-jubah yang diwariskan dan amanat-amanat yang diwasiatkan. Hasan Basri, Al-Junaid, Husein bin Mansur Al-Hallaj, Fariduddin Attar Naisaburi,  Jalaluddin Rumi,  Sanai,  ‘Ibn ‘Arabi.

Para filsof-pun mengalir bergelombang dengan kapal - kapal yang kokoh menyeberangi Samudra Realitas. Socrates, Aristoteles, Plato, Al-Farabi, ‘ Ibn Sina, Muhammad Bahmaniar, dan lain-lain.

Gayung berayunan, kata pun bersambut. Yang Mulia, Sang Guru Cahaya Syaikh Syihabuddin Suhrawardi, dengan jubah tasaufnya membawa obor - obor  alam al-mitsal  ( baca juga ; archetype) dari Plato,  menorehkan hikmah al-’isyraqiyyah (baca : Teosofi Cahaya). Sang Guru Cahaya hampir - hampir menemukan untaian mata rantai Nabi Idris (a.s.), bergabung kembalinya sufi dan filsuf.

Dan dari Isfahan, kemudian muncullah Mir Damad dan muridnya yang paling ternama Sadrul-Muta`allihiin Mulla Sadra, yang dengan kekokohan logika bak Sang Guru Pertama Aristoteles mensintesakan seluruh ajaran inti tasauf dan falsafah dalam kerangka Wahyu,  berdasarkan  Qur’an dan Sabda Rasul. Maka ajarannya bukan tasauf bukan pula filsafat, tapi adalah al-hikmah.

apa pun , faqir hanya ingin mengucapkan sebesar-besar rasa terima-kasih pada mereka semua, Sang Nyala-Nyala Abadi, para pecinta Tuhan sejati. Semoga Tuhan Yang Maha Baik mengumpulkan diri faqir dalam debu - debu mereka semua,  dan debu - debu kaki para Shiddiqiin  pengikut sejati Para Nabi.

duhai Tuhan Pujaan Hatiku, kabulkanlah permohonan hamba yang tak punya apa-pun kecuali harapan pada Mu jua.