Para pecinta adalah para pemabuk yang tidak pernah sadar dari kemabukannya

Pada suatu ketika seseorang bertanya kepada syaikh Abdul Qadir tentang karakteristik anugerah Ilahi (Mawarid al-Ilahiyah) dan jalan setan (Mawarid syaitaniyah) maka beliau menjawab, “Anugerah Ilahiyah tidak akan datang kecuali dengan permohonan, dia tidak akan hilang oleh sebab, tidak datang dengan satu bentuk dan dalam waktu khusus. Sedangkan jalan setan biasanya berlawanan dengan karakteristik tersebut.”

Saat beliau ditanya tentang mahabbah beliau menjawab, “Mahabbah adalah bisikan di hati dari Sang Kekasih hingga seluruh isi dunia baginya bak lingkaran cincin atau sebuah kumpulan yang tidak penuh. Cinta adalah kemabukan total serta usaha untuk menggapai Sang Kekasih dengan segala cara baik terang-terangan maupun yang tersembunyi. Cinta buta dari Sang Kekasih adalah cemburu. Sedangkan kebutaan cinta terhadap Sang Kelasih adalah merupakan rasa takut kepada-Nya dan dengan demikian orang tersebut buta secara keseluruhan. Para pecinta adalah para pemabuk yang tidak pernah sadar dari kemabukannya kecuali saat mereka menyaksikan Sang Kekasih. Mereka adalah para penderita penyakit yang sakitnya hanya dapat disembuhkan dengan memperhatikan apa yang mereka minta. Mereka juga orang-orang bingung yang tidak bergaul kecuali bersama Tuannya, tidak mengucapkan sesuatu kecuali menyebutkan Dia dan tidak menjawab kecuali dipanggil oleh-Nya.

Berkenaan dengan tajrid Syaikh Abdul Qadir berkata, “Melepaskan sirr tadabbur dengan pembuktian alam dalam rangka mencari Sang Kekasih dan menelanjanginya dalam perendahan diri dengan memakaikannya pakaian ketenangan dalam pemutusdan diri dari yang ditentukan serta menarik diri dari makhluk dan menyerahkannya kepada Al-Haq.

Berkenaan dengan ma’rifat syaikh Abdul Qadir berkata, “Ma’rifah adalah ditampakkannya berbagai rahasia alam, menyaksikan Al-Haq di seluruh benda dengan pancaran ke-Esaan-Nya yang memancar dari seluruh benda dan menguasai ilmu hakikah ketika berada dalam kondisi fana (luruh) dari segala sesuatu. Sesungguhnya efek yang tersisa isyarat al-Baaqy dengan penampakan (talwih) adalah ke-Mahawibawaan Allah. Sedangkan efek dari pemancaran (talmii’) di atas, adalah ke-Agungan Ilahi yang disertai dengan penglihatan bathin”.

Berkenaan dengan himmah, “Adalah melepaskan jiwanya dari kecintaan terhadap dunia, ketergantungan dari sebab akibat dari ruhnya, melepaskan hasrat diri dan menjadikannya hanya berhasrat kepada Ilahi yang ada di dalam kalbu dan menanggalkan perhatiannya terhadap alam semesta dari sirr-nya walaupun hanya sekejap.”

Berkenaan dengan hakikat, syaikh Abdul Qadir berkata,”Hakikat adalah yang tidak dapat dihilangkan oleh lawannya dan tidak terhalangi. Bahkan semua lawannya lebur ke dalam dirinya dan semua yang menghalanginya akan hilang ketika dilewatinya”.

Berkenaan dengan derajat tertinggi dari dzikir beliau berkata, “Apabila isyarat Al-Haq akan keabadian inayah-Nya terus berbekas di dalam hati. Inilah yang disebut dengan dzikir tanpa putus, yang tidak lagi cacat karena lupa dan tidak pula redup karena alpa. Dalam level ini, fisik jiwa maupun hatilah yang berdzikir. Dzikir inilah yang oleh Al-Haq diisyaratkan sebagai dzikr al-katsiir (dzikir yang banyak) di dalam al-Qur’an. Dan sebaik-baik dzikir adalah yang menggelorakan hati, datang dari Al-Mulk Al-Jabbaar (Allah) dalam wadah rahasia-rahasia hati.

Berkenaan dengan syauq (kerinduan) Syaikh Abdul Qadir berkata, “Kerinduan terbaik berasal dari musyahadah (penyaksian) karena kerinduan jenis tersebut tidak melemah oleh perjumpaan, tidak padam oleh cerita, tidak hilang oleh ejekan, tetapi tetap berada dalam keintiman. Bahkan semakin banyak bertemu maka semakin dalam kerinduan yang dirasa. Dan kondisi kerinduan (syauq) baru diakui apabila telah berhasil menanggalkan faktor penyebabnya yaitu mengikuti ruuh atau himmah atau menjaga nafs hingga kerinduan yang ada benar-benar murni dari sebab. Dalam kondisi tersebut dia tidak lagi mencerap sebab kerinduan karena setiap saat ia menyaksikan-Nya dan menjadi semakin rindu dari satu penyaksian ke penyaksian yang lain”.

Berkenaan dengan tawakal Syaikh Abdul Qadir berkata, “Terpusatnya aktivitas sirr kepada Allah semata hingga melupakan untuk apa dia bertawakal dan juga melupakan segala sesuatu. Maka terjadi peningkatan rasa dari perasaan dekat (hisymah)menjadi lebur dalam tawakal (fana’ fii tawakal). Dan dengan memperhatikan esensi ma’rifat, maka tawakal adalah merupakan pancaran As-sirr terhadap rahasia segala sesuatu yang telah ditakdirkan. Juga meyakini hakikat keyakinan sesuai dengan makna – makna pandangan ma’rifat karena hakikat tersebut tersembunyi sehingga tidak dapat dicacati oleh ketidak-yakinan”.

Dilain kesempatan Syaikh Abdul Qadir menjelaskan tawakal sebagai berikut, “Tawakal memiliki hakikat sebagaimana yang dimiliki oleh ikhlas. Jika hakikat ikhlas adalah hilangnya himmah (hasrat untuk mendapatkan balasan) dari berbagai amal yang dilakukan, maka hakikat tawakal adalah tidak menyandarkan diri kepada daya dan kekuatan serta mempercayakan diri hanya kepada Allah.” Kemudian Sang Syaikh kembali berkata, “Saudara, berapa banyak perkataanku yang tidak engkau dengar, yang engkau dengar akan tetapi tidak engkau mengerti, yang dimengerti namun tidak diamalkan, dan engkau amalkan namun tanpa keikhlasan, serta tanpa engkau lebur dalam keikhlasan dan wujudmu”.

Ketika Sang Syaikh ditanya tentang inabah, Syaikh Abdul Qadir berkata, “berusaha mendapatkan berbagai maqam dan berhati-hati untuk tidak berhenti hanya pada derajat spiritual, kemudian terus meninggi hingga tempat tertinggi dari alam semesta dan bersandar pada niat hingga mencapai hadirat Ilahi”.

ف dalam الفقير adalah Fana

Musyahadah adalah sesuatu yang tidak bisa dicerap oleh pemahaman. Al Ghaibah adalah (ketiadaan) yang disertai dengan المحبة (kecintaan) adalah sesuatu yang tidak dapat dilukiskan. Apabila hasrat semakin kuat , pikiran terhubung dengannya dan niat semakin kuat maka akan terlahirlah cinta.

Apabila Yang Dituju telah bertahta di dalam jantungnya, maka semuanya akan dikuasai oleh-Nya, keterkuasaan tersebut menanggalkan semua hasrat selain diri-Nya dan merupakan hakikat. Ketika engkau mengingat-Nya maka engkau adalah pecinta. Dan ketika engkau mendengar-Nya menyebutmu maka engkau adalah yang dicintai.

Kemakhlukanmu menghalangi dirmu dari nafsumu, dan nafsumu menghalangimu dari Tuhanmu. الفقر / kefakiran adalah kematian dan orang-orang berkehendak untuk hidup di dalamnya. القال diperuntukkan bagi orang awam, sedangkan الحال diperuntukkan bagi orang Khas.

Apabila dia membahagiakanmu maka engkau akan merasa bahagia dan berubahlah الرخصة (keringanan) yang engkau miliki menjadi azimah yang kemudian berubahn lagi menjadi dilalah (indikator). الرخصة (keringanan) diperuntukkan bagi orang-orang yang kurang keimanannya, sedangkan azimah diperuntukkan bagi mereka yang sempurna keimanannya dan keterkuasaan bagi mereka yang fana.

Ketika seseorang bertanya kepada Syaikh Abdul Qadir tentang makna الفقير beliau berkata, “maknanya adalah ف ق ي ر kemudian beliau menyitir :

ف dalam الفقير adalah Fana / luruh dalam Dzat-Nya dan kosong dari sifat dan hasratnya.

ق dalam الفقير adalah Kekuatan kalbunya (قوي قلب) adalah Sang Kekasih, berdirinya ia karena الله dan dalam keridhaan-Nya.

ي dalam الفقير adalah harap sekaligus takut kepada Tuhannya dan mendirikan takwa dengan sebenar-benarnya.

ر dalam الفقير adalah Riqqah (Kehalusan) dan kebeningan hati serta ditinggalkannya syahwat dari kalbu karena الله.

Kemudian Sang Syaikh melanjutkan, seorang fakir harus berpikiran luas, kuat ingatan, pandai berdebat dan kritis. Tidak menuntut dari Al-Haq kecuali yang hak. Paling lapang dadanya, paling merasa hina dirinya. Tersenyum adalah tertawanya, pertanyaannya adalah pelajaran, pengingat mereka yang lupa dan pelajaaran bagi mereka yang bodoh.

Tidak pernah menyakiti orang yang menyakitinya. Tidak pernah mencampuri urusan orang lain. Banyak memberi, sedikit menyakiti. Wara dari segala sesuatu yang haram dan menahan diri dari segala sesuatu yang syubhat. Penolong bagi orang asing dan ayah bagi mereka yang yatim. Ceria wajahnya, duka hatinya, sibuk dengan pikirannya dan gembira dalam kefakirannya. Menjaga rahasia dan tidak pernah membuka tabir aib.

Lembut gerakannya, bertambah besar berkahnya. Manis pandangannya dan dermawan tangannya. Tajam dzauq (perasaannya), bagus akhlaknya, lembut perangainya bagaikan intan yang mengalir. Banyak diam, bagus perangainya, tenang jika ada yang membodohinya sabar terhadap yang menyakitinya.

Tidak pernah berhenti, kobaran apinya tidak pernah padam, baik oleh adu domba, maupun iri hati, ketergesaan ataupun kedengkian. Hormat kepada yang lebih tua dan mengasihi yang lebih muda. Dipercaya atas amanah dan jauh dari khiyanat. Temannya ketakwaan dan akhlaknya adalah rasa malu.

Banyak berjaga, selalu bergadang. Jarang bercanda, banyak merenung. Mengambil yang sedikit untuk dirinya, memberikan yang banyak untuk saudaranya (sesama muslim). Gerakannya beradab dan perkataannya indah mengagumkan. Tidak pernah mengutuk dan tidak pernah membicarakan keburukan orang lain (ghibah). Tenang, sabar, ridha dan selaluu bersyukur.

Sedikit bicara dan banyak shalat dan puasa. Jujur perkataannya, kokoh hatinya. Gembira dengan datangnya tamu, memberi makan siapapun. Para tetangganya merasa aman darinya. Tidak pernah mengutuk, bergunjing, mencari-cari kesalahan, menghujat, tergesa-gesa, pelupa, iri, dengki dan tidak tahu berterimakasih.

Lidanya terjaga, hatinya penuh duka, perkataannya selalu ditimbang dan pikirannya berkelana kepada segaka hak yang belum terjadi dan telah terajdi.
By Ashari

Untuk direnungkan

Sayyidina ‘Ali r.a., pernah berwasiat:

“Ketahuilah, anakku, bahwa engkau diciptakan untuk akhirat bukan untuk dunia ini. Engkau dilahirkan untuk mati dan tidak untuk hidup selama-lamanya. Keberadaanmu di dunia hanyalah untuk sementara. Engkau hidup di tempat yang penuh kehancuran. Tempat dimana engkau sibuk bersiap dan berbekal untuk akhirat. Engkau berada diatas jalan (menuju akhirat). Kematian mengikutimu. Engkau tak dapat melarikan diri darinya…”

Dan Allah ta’ala telah berfirman melalui lisan Nabi yang umiy:
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (maka) Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu dan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-rasul- Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki- Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al-Hadiid: 20-21)

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah kamu memahaminya? ” (QS. Al-An’aam: 32)

akhirulkata mohon maaf bila ada yang tidak berkenan
semoga Allah mengampuni, merahmati, dan menambahkan pemahaman kepada kita semua
dan menambahkan nikmat iman dan persaudaraan di antara kita,

Sayyid Murtadha Muttahari

Ketika Singa Tuhan Imam Ali hadir di sebuah majlis
Seseorang melontarkan kutukan pada dunia
Haidar menjawab, “Dunia, Nak, bukan untuk dikutuk”

Celakalah kau jika mengucilkan diri dari hikmah
Dunia ini seisinya adalah hamparan ladang
Untuk didatangi siang dan malam
Segala yang memancar dari martabat dan kekayaan iman
Seluruhnya dari dunia ini

Buah hari esok adalah kembang dari benih hari ini
Orang yang ragu akan merasakan pahitnya buah penyesalan

Dunia ini adalah tempat terbaik bagimu
Di dalamnya bekal di hari kemudian dapat kausiapkan
Pergilah ke dunia, namun jangan dalam hawa nafsu tenggelam
Dan siapkan dirimu bagi dunia yang lain

Jika demikian, maka dunia itu akan pantas bagimu
Berkariblah dengan dunia, demi tujuan semua itu.
By Ashari

Bagaimana Mungkin Allah Terhijab Dari Kita


كيف يتصور ان يحجبه شيء وهو الذى اظهر كل شيء

Bagaimana digambarkan bahwa sesuatu dapat menghalangi Dia / menjadi hijab bagi (لله) padahal Dia-lah Yang menampakkan segala sesuatu. (atas apa yang Ia sinarkan sehingga tampaklah seluruh alam yang semula tidak ada menjadi wujud)

كيف يتصور ان يحجبه شيء وهو ظهر بكل شيء

Bagaimana digambarkan bahwa Dia (لله) terhijab oleh sesuatu padahal Dia-lah Yang tampak dengan segala sesuatu. (Sehingga dari sesuatu yang wujud, orang-orang dapat mengambil dalil akan adanya لله), sebagaimana firman لله SWT,

سنريهم آياتنا في الآفاق وفي انفسكم

Akan Kami perlihatkan kepada mereka ayat-ayat Kami pada setiap ufuk dan pada diri kamu sekalian.

كيف يتصور ان يحجبه شيء وهو ظهر فى كل شيء

Bagaimana digambarkan bahwa Dia (لله) terhijab oleh sesuatu padahal Dia tampak di dalam segala sesuatu. (karena sesungguhnya Dia bermanifestasi di dalam segala sesuatu dengan segala kebagusan sifat-sifat-Nya dan asma-asma-Nya).

كيف يتصور ان يحجبه شيء وهو ظهر لكل شيء

Bagaimana digambarkan bahwa Dia (لله) terhijab oleh sesuatu padahal Dia-lah yang tampak bagi segala sesuatu. (di dalam mengkondisikan segala sesuatu sehingga semua yang ada tunduk dan sujud kepada-Nya, bertasbih dengan me-Maha Sucikan-Nya, akan tetapi kita tidak faham dengan tasbih dan tahmid mereka).

كيف يتصور ان يحجبه شيء وهو ظاهرقبل كل شيء

Bagaimana digambarkan bahwa Dia (لله) terhijab oleh sesuatu padahal Dia telah ada sebelum adanya segala sesuatu. (sebagaimana aktualisasi nama-nya Yang Maha Azali dan Yang Maha Abadi)

كيف يتصور ان يحجبه شيء وهو اظاهر من كل شيء

Bagaimana digambarkan bahwa Dia (لله) terhijab oleh sesuatu padahal Dia lebih tampak daripada segala sesuatu. (Karena Yang wujud sudah pasti lebih tampak daripada yang ‘adam / tidak wujud pada segala keadaan, vsebagaimana telah diterangkan bahwa segala sesuatu selain لله pada hakikatnya adalah ‘adam apabila disandingkan dengan wujud لله.

كيف يتصور ان يحجبه شيء وهوالواحد الذي ليس معه شيء

Bagaimana digambarkan bahwa Dia (لله) terhijab oleh sesuatu padahal Dia adalah Dzat Yang Maha Esa yang tidak ada sesuatu yang menyertai-Nya. (Karena segala sesuatu selain Dia adalah sudah pasti ‘adam / nihil.

كيف يتصور ان يحجبه شيء وهواقرب اليك من كل شيء

Bagaimana digambarkan bahwa Dia (لله) terhijab oleh sesuatu padahal Dia lebih dekat kepadamu daripada segala sesuatu. (dikarenakan kesenantiasaan Dia meliputi engkau dan dikarenakan adanya Dia yang mengatur diri engkau.


كيف يتصور ان يحجبه شيء ولولاه ماكان وجود كل شيء

Bagaimana digambarkan bahwa Dia (لله) terhijab oleh sesuatu padahal kalau bukan karena Dia maka tidak akan terwujud segala sesuatu.

يا عجبا كيف يظهر الوجود فى العدم

Alangkah ajaib, bagaimana Yang Wujud akan tampak di dalam sesuatu yang tidak ada (kosong). (karena العدم adalah gelap, dan الوجود adalah terang. Dan keduanya adalah berlawanan sehingga tidak mungkin terkumpul keduanya.

ام كيف يثبت الحادث مع من له وصف القدم

Bagaimana sesuatu yang baru (الحدث) akan eksis disandingkan dengan Dzat Yang memiliki sifat Dahulu. (karena sesuatu yang bathil tidak akan eksis apabila tampak Yang Haq sebagaimana firman لله SWT :

وقل جاءالحق وزهق الباطل ان الباطل كان زهوقا

Katakanlah kepada mereka, telah datang kebenaran dan rusaklah yang bathil. Sesungguhnya yang bathil akan binasa.

Dan sebagaimana firman-Nya:

بل نقذف بالحق علي الباطل فيدمغه فاذ هو زاهق

Tetapi kebatilan kami halau dengan kebenaran sehingga menjadi sia-sia maka kemudian ia binasa.

Sumber Kitab Syarah al-Hikam

الحب في الله والبغض فى الله


الحب في الله والبغض فى الله

بسم الله الرحمن الرحيم

Dan wajib bagi kamu untuk mencintai atau membenci seseorang karena الله, karena yang demikian itu termasuk tali pengikat iman.

Telah bersabda رسول الله SAW :

افضل الاعمال الحب في الله والبغص فى الله تعالى

Amal yang paling utama adalah cinta karena الله dan marah karena الله

Apabila engkau mencintai seseorang yang ta’at kepada الله dan melihat semata-mata karena ketaatannya kepada الله bukan karena motivasi yang lain, demikian pula apabila engkau membenci seseorang yang bermaksiyat, dan kebencian itu timbul semarta-mata karena keadaan orang itu yang bermaksiyat kepada الله bukan karena alasan lain, maka anda termasuk orang yang الحب فى الله والبغض فى الله (orang yang mencintai atau membenci karena الله).

Apabila di dalam hatimu tidak terdapat kecintaan kepada orang yang ahli berbuat kebajikan, atau kebencian terhadap orang yang berbuat zalim yang diperbuatnya, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya engkau termasuk orang yang lemah iman.

Dan wajib bagimu untuk bersahabat dengan orang-orang yang baik dan menjauhi orang yang berperangai buruk, dan wajib pula engkau berkumpul (مجالسة) dengan orang-orang saleh dan menjauhi orang zalim. Telah bersabda رسول الله SAW yang artinya bahwa agama seseorang itu sebagaimana agama temannya, maka lihatlah diantara kamu sekalian kepada siapa ia berteman.

Dan telah bersabda رسول الله SAW, :

الجليس الصالح خير من الوحدة والوحدة خير من الجليس السؤ

Berkumpul dengan orang saleh itu leih baik daripada sendirian. Dan sendirian itu lebih baik daripada berkumpul dengan orang jahat.

Dan ketahuilah bahwa berkumpul dengan orang saleh dan duduk-duduk bersama mereka akan menumbuhkan kecintaan kepada kebajikan di dalam hati, dan menjadi penolong untuk memudahkan melaksanakan kebajikan tersebut sebagaimana berkumpul dengan orang jahat dan duduk bersama mareka akan menumbuhkan di dalam hati kecintaan kepada kejahatan dan senang melakukan kejahatan. Memang demikianlah keadaannya bahwa orang yang berkumpul dengan suatu kaum dan hidup ditengah-tengah mereka sudah pasti akan mencintai mereka, sama saja kaum itu baik atau buruk. Dan seseorang itu selalu bersama dengan orang yang dicintainya, di dunia maupun di akhirat.

Dan wajib bagi kamu untuk memiliki sifat kasih sayang kepada hamba الله dan perasaan belas kasihan kepada semua makhluk الله. Jadilah engkau orang yang memiliki sifat رحيم dan welas asih dan penuh persahabatan dan takutlah kamu dengan sifat keras hati, atau kotor, cabul, kasar. Sesungguhnya hamba yang dikasihi الله adalah mereka yang bersifat belas kasih. Dan orang yang tidak memiliki belas kasih maka ia tidak akan dikasihani. Dan sesungguhnya orang mukmin itu saling cinta-mencintai, tidak ada kebajikan bagi siapa yang tidak cinta mencintai.

Dan wajib bagi kamu untuk mengajar orang yang tidak mengerti dan memberi nasihat kepada orang zalim, memberi peringatan kepada orang-orang yang lalai, dan jangan engkau abaikan hal itu karena engkau berpendapat , “Sesungguhnya tugas itu adalah bagi mereka yang memiliki ilmu dan mengamalkannya sedangkan aku tidaklah demikian”. Atau kamu berkata, “sesungguhnya aku ini bukanlah orang yang ahli dalam memberi nasihat atau petunjuk dan yang demikian itu adalah tugas orang –orang mulia”. Yang demikian itu adalah perbuatan syaitan karena sesungguhnya at’lim dan tadzkir itu adalah termasuk dalam jumlah mengamalkan ilmu. Dan para ulama besar اكابرtidak lah mereka menjadi ulama melainkan karena anugerah dari الله SWT, dan karena ketaatan kepada-Nya serta karena mereka memberikan nasihat kepada hamba الله untuk ditunjukkan ke jalan-Nya.

Dan wajib bagi kamu untuk menambal hati yang retak dan mempergauli dengan baik kepada orang-orang yang lemah dan miskin, dan menghibur orang yang kekurangan dan memberikan kemudahan orang-orang yang mengalami kesulitan, dan memberi pinjaman kepada orang mengalami kesulitan.

Dan wajib bagi kamu untuk bertakziyah kepada orang yang tertimpa musibah. Sebagaimana sabda رسول الله SAW :

من عزي مصابا أي صبره كان له مثل اجره

Barang siapa yang berbela sungkawa kepada orang yang tertimpa musibah maka pahalanya sama seperti orang yang tertimpa musibah tersebut.

Dan janganlah engkau bersenang hati atas musibah yang menimpa seorang muslim. Telah bersabda رسول الله SAW :

ولاتظهر الشماتة بأخيك فيعافيه ويبتليك

Janganlah engkau perlihatkan kesukaan atas musibah saudaramu maka الله akan mengampuninya dan akan memberikan cobaan kepadamu.

Dan janganlah kamu menyiarkan kesalahan orang islam karena tiada sekali kali seseorang membentangkan aib seseorang melainkan ia tiada mati kecuali akan dicoba dengan yang demikian. Dan wajib bagi kamu untuk membahagiakan hati orang yang sedang mengalami kesusahan, dan memenuhi hajat orang yang membutuhkan dan menutupi aib orang lain.

Telah berasbda رسول الله SAW :

من يسر على معسر يسر الله عليه ومن ستر مسلما ستره الله فى الدنيا والاخرة ومن فرج عن مسلم كربة من كرب الدنيا فرج الله عنه كربة من كروب يوم القيامت ومن كان في حاجة اخيه كان الله في حاجته و الله في عون العبد ماكان العبد في عون أخيه

Barang siapa yang memudahkan orang yang kesulitan maka الله akan memudahkan urusannya. Barang siapa yang menutup aib orang islam maka الله akan menutip aibnya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menghilangkan kesusahan orang islam dari beberapa kesedihan dunia maka الله akan menghilangkan kesusahannya dari beberapa kesedihan hari kiayamat. Dan barang siapa yang memenuhi hajat orang islam maka الله akan memenuhi hajatnya. Dan الله akan menolong seorang hamba selama ia mau menolong saudaranya.

Sumber kitab Risalah al-Muawwanah karya Al-Habib AbduLlah bin ‘Alawy Al-Hadad

Penjelasan arti سوءالخاتمة

Neraka Allah yang menyala-nyala itu tidak mengambil selain kepada orang-orang yang terhijab dari Allah


بسم الله الرحمن الرحيم

Penjelasan arti سوءالخاتمة (Berprasangka Buruk) (Ihya ‘Ulumuddin)

Kalau anda bertanya bahwa kebanyakan mereka itu takutnya adalah kepada suu-ul khaatimah maka apa arti suu-ul khaatimah itu ?

Ketahuilah bahwasanya suu-ul khaatimah itu ada dua tingkat, salah satunya lebih besar dari yang lain. Adapun yang besar, yang mendahsyatkan adalah apabila mengerasi atas hati ketika sakaratil maut dan huru haranya adakalanya oleh keraguan dan ada kalanya oleh keingkaran. Lalu ruh diambil dalam keadaan bersangatannya keingkaran atau keraguan. Maka ikatan keingkaran yang mengeras di dalam hati itu menjadi dinding / hijab antara dirinya dengan Allah untuk selama-lamanya. Dan yang demikian ini menyebabkan kejauhan yang terus menerus dan siksaan yang tiada berkesudahan. Yang kedua adalah kurang dari yang pertama tadi bahwa mengerasi atas hati ketika mati oleh kecintaan kepada sesuatu dari dunia dan keinginan dari beberapa keinginan duniawi. Maka yang demikian ini terbentuk di dalam hatinya dan menenggelamkannya. Sehingga tidak ada lagi dari yang demikian itu tempat untuk yang lain. Maka ber-kebetulan pengambilan nyawanya dalam keadaan yang demikian, akan membalikkan kepalanya arah dunia dan memalingkan mukanya ke dunia itu.

Manakala muka telah berpaling dari Allah niscaya terjadilah hijab. Dan manakala telah terjadi hijab maka turunlah azab. Karena neraka Allah yang menyala-nyala itu tidak mengambil selain kepada orang-orang yang terhijab dari Allah. Adapun orang mukmin yang hatinya sejahtera daripada kecintaan dunia danciat-citanya terarah kepada Allah maka neraka akan berkata kepadanya, “Berlalulah hai orang mukmin karena sinarmu telah memadamkan bara apiku”.

Ketika berkebetulan pengambilan nyawa dalam keadaan bersangatannya kecintaan kepada dunia, maka keadaannya menjadi sangat berbahaya. Karena manusia itu mati menurut apa ketika ia hidup. Dan tidaklah mungkin diusahakan sifat lainnya dari hati bagi hati sesudah mati, yang berlawanan dengan sifat yang mengerasi / dominan atas dirinya. Karena tidak berlaku pada hati selain amal perbuatan anggota badan. Dan anggota badan itu telah batil sebab kematian, maka batillah segala amal perbuatan. Oleh karena itu tidak ada harapan lagi pada amal perbuatan. Dan tak ada lagi harapan untuk kembali ke dunia untuk memperoleh apa yang hilang. Dan saat itu amat besar lah penyesalan. Hanya pokok iman dan kecintaan kepada Allah SWT, apabila sifat ini melekat pada hati maka itu adalah masa yang sangat panjang. Dan yang demikian bertambah kuat dengan amal saleh. Maka itu akan menghapuskan dari hati (terhadap kecintaan terhadap dunia) – akan keadaan tersebut yang datang bagi hati ketika mati. Kalau ada kekuatan imannya kepada batas seberat biji sawi niscaya iman itu akan mengeluarkannya dari neraka walaupun sesudah ribuan tahun.

Jika anda mengatakan, bahwa apa yang telah kami sebutkan tersebut menghendaki bahwa bersegeralah neraka kepadanya sesudah matinya, maka apa artinya (neraka) itu ditangguhkan sampai kepada hari kiyamat dan ditangguhkan sepanjang masa itu ?

Ketahuilah bahwa setiap orang yang mengingkari adanya azab kubur, maka orang itu adalah pembuat bid’ah dan ia terdinding dari nur Allah SWT, dari nur Al-Quran dan dari nur iman. Bahkan yang sahih dari orang-orang yang memiliki mata hati (bashirah) ialah apa yang sahih pada hadits-hadits yaitu bahwa alam kubur itu adalah suatu lobang dari lobang-lobang neraka atau taman dari taman-taman surga. Dan terkadang dibukakan kepada kubur yang diazabkan, tuju puluh pintu dari neraka jahanam, sebagaimana tersebut pada hadits-hadits. Maka ketika nyawanya bercerai dari orang yang mati, lalu turun bala padanya kalau ia termasuk orang yang celaka dengan سوءالخاتمة Hanya saja bermacam-macam jenis azab itu seiring dengan bermacam-macamnya waktu.

Oleh karena itu peratanyaan Munkar Nakir ketika orang yang mati itu diletakkan di dalam kubur dan penyiksaan sesudahnya, kemudian perdebatan pada hitungan / hisab, dan tersiarnya di hadapan orang banyak yang menyaksikan di hari kiyamat, sesudah itu bahaya pada titian shiratal mustaqiim, yaitu para malaikat penjaga neraka ( الزبانية) sampai kepada penghabisan apa yang tersebut pada hadits-hadits. Maka senantiasalah orang yang celaka itu berbolak-balik dalam semua keadaannya antara berbagai macam azab. Dan akan diazabkan dalam jumlah hal keadaan itu selain orang yang dilindungi Allah SWT dengan rahmat-Nya.

Jangan anda mengira bahwa tempat iman itu dimakan oleh tanah. Akan tetapi tanah memakan semua anggota badan dan dihancurkannya sampai pada waktunya. Maka berkumpulah bagian-bagian yang tercerai berai dan dikembalikan nyawa kepadanya dimana nyawa itu adalah tempat bagi iman. Dan nyawa itu sejak dari waktu mati sampai kepada dikembalikan –adakalanya berada di dalam perut burung hijau yang tergantung di bawah ‘arsy apabila nyawa itu bahagia. Dan adakalanya dalam keadaan yang berlawanan dengan keadaan diatas. Kita berlindung kepada Allah SWT Jikalau ada nyawa itu tidak mendapat kebahagiaan. Jikalau anda bertanya, “ apakah sebab yang membawa kepada ­سوءالخاتمة ? Maka ketahuilah bahwa sebab-sebab dari keadaan ini tidak mungkin dihinggakan dengan uraian, akan tetapi mungkin untuk diisyaratkan kepada kumpulannya. Adapun kesudahan dengan keraguan dan keingkaran maka hal itu terbatas sebabnya pada dua perkara :

Pertama tergambar kesudahan (ال خاتمة) serta sempurnanya wara’ dan zuhud dan sempurnanya kebaikan pada amal perbuatan itu keadaannya seperti orang yang mengerjakan bid’ah yang zuhud. Maka akibatnya berbahaya sekali walaupun amal perbuatannya salih. Dan tidaklah aku maksudkan suatu mazhab lalu aku katakan bahwa itu bid’ah. Maka penjelasan yang demikian itu akan panjanglah pembicaraan padanya. Akan tetapi yang aku kehendaki dengan bid’ah adalah : bahwa seseorang beri’tikad mengenai dzat Allah SWT, sifatnya dan af’alnya, dengan menyalahi kebenaran. Lalu ia beri’tikad menyalahi apa yang sebenarnya. Adakalanya dengan pendapatnya atau dengan yang dipikirkannya dan dengan pandangannya. Yang demikian itulah ia berdebat dengan para musuhnya, Kepada yang demikian ia berpegang, dan yang demikian itulah ia tertipu.

Adakalanya ia mengambil dengan ikut-ikutan / تقلد kepada seseorang yang keadaannya demikian. Maka apabila ia telah mendekati mati, akan tampak ubun-ubun Malakul maut dan bergoncanglah hati dengan apa yang ada padanya. Kadang-kadang terbuka baginya dalam keadaan sakaratul maut itu tentang batilnya / kesalahan apa yang telah dii’tikadkannya disebabkan karena kebodohannya. Karena sesungguhnya keadaan mati itu adalah terbukanya tirai / tutup. Dan permulaan sakarat itu dari permulaan terbukanya tirai. Maka kadang-kadang terbuka sebagian perkara. Maka apabila jelas kesalahan apa yang dii’tikadkannya dan ia telah berketetapan hati dan yakin pada dirinya niscaya ia tidak menyangka bahwa ia bersalah pada i’tikadnya tersebut, karena ia terbawa kepada pendapat yang bathil dan akal yang kurang. Maka ia menyangka bahwa setiap apa yang dii’tikadkannya itu tidak berasal. Karena tidak ada padanya perbedaan antara imannya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dan aqidah-aqidah yang lain yang benar dengan i’tikad yang salah. Maka tersingkapnya sebagian akidahnya dari kebodohan adalah sebab batalnya akidah-akidahnya yang lain atau karena keraguannya terhadap akidah-akidah itu.

Kalau kebetulan keluarnya nyawa pada kali ini sebelum ia tetap dan kembali kepada pokok iman, maka berkesudahanlah baginya dengan keadaan buruk (سوءالخاتمة). Dan keluarlah nyawanya di atas kemusyrikan. Kita berlindung kepada Allah SWT dari keadaan yang demikian. Mereka itulah yang dimaksudkan dengan firman Allah SWT
وبدا لهم من الله ما لم يكونو ا يحتسبون
Dan ketika itu jelas bagi mereka bahwa apa yang dahulu tiada mereka kira itu memang dari Allah.

Dan dengan firman-Nya
قل هل ننبئكم بلاخسرين اعمالا – اللدْين ضل سعيهم في الحيوة الدني وهم يحسبون انهم يحسنون صنعا—ال كهف 103-104
Katakan, “Kami akan beritakan kepadamu orang-orang yang peling rugi di dalam pekerjaannya. Mereka itulah yang sia – sia usahanya di dalam kehidupan dunia sedang mereka mengira bahwa apa yang mereka kerjakan itu adalah usaha yang baik.

Dan sebagaimana kadang-kadang terbuka pada sakaratul maut sebagian keadaan karena, karena kesibukan dunia dan nafsu keinginan badan itulah yang mencegah hati kepada memperhatikan alam malakut. Maka ia (ketika itu akan) membaca apa yang ada di lauh mahfudz supaya terbuka kepadanya keadaan yang sebenarnya. Maka contoh keadaan ini menjadi sebab bagi keterbukaan(kasyaf) dan adalah kasyaf itu akan menjadi sebab keraguan pada i’tikad-i’tikad lainnya.

Setiap orang yang beri’tikad mengenai Allah SWT, sifat-sifat-Nya dan af’al-Nya, juga akan sesuatu dibalik yang sebenarnya, maka adakalanya karena ikut ikutan / تقلد dan ada kalanya karena memperhatikan kepada pendapat dan pemikiran. Maka ia berada dalam bahaya ini. Zuhud dan kesalehan itu tidak mencukupi untuk dapat menolak bahaya tersebut. Akan tetapi tidak ada yang dapat melepaskan daripadanya selain oleh i’tikad yang benar. Dan orang-orang yang dungu dapat tersingkirkan dari bahaya ini, yakni mereka yang beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya dan kepada hari kiyamat dengan iman yang مجمل (tiada terperinci) yang meresap ke dalam hatinya. Seperti orang arab dusun , orang hitam dan orang-orang awam lainnya yang tiada terjun dalam pembaahsan dan pemerhatian. Dan mereka tidak pula masuki dalam -membahas ilmu kalam (ilmu ketuhanan) secara bebas dan tidak pula mereka bertekun kepada bermacam-macam jenis orang – orang ahli ilmu kalam ( ال متكلمون ) dengan mengikuti pembicaraan mereka yang bermacam-macam. Dan karena itulah Nabi SAW bersabda, اكثر اهل الجنة البله Kebanyakan ahli surga adalah orang-orang dungu.

Karena itulah dilarang oleh ulama salaf dari pembahasan , pemerhatian dan penerjunan dalam ilmu kalam. Dan pemeriksaan dari urusan – urusan itu. Mereka (para ulama salaf) memerintahkan manusia untuk membatasi diri untuk mengimani ahli ilmu kalam (ال متكلمون ) dengan apa yang diturunkan oleh Allah SWT semuanya dan dengan setiap apa yang datang secara lahiriyah saja. Serta berti’tikad akan tidak adanya keserupaan (dalam bentuk apapun antara KHALIQ dengan makhluk ). Mereka melarang manusia untuk terjun dalam penta’wilan (mencari pengertian yang dapat difahami dengan pikiran). Karena bahaya dalam membahas sifat-sifat Allah SWT itu amat besar, halangan-halangannya menyusahkan dan jalan-jalannya menyulitkan.

Sedangkan akal manusia untuk memahami keagungan Allah SWT itu sangatlah pendek. Dan petunjukAllah SWT dengan نور اليقين pada hati dari tabi’atnya kepada kecintaan akan kehidupan dunia itu terhijab / terdinding. Dan apa yang disebutkan oleh para pembahas ilmu kalam dengan hanya bermodalkan akal pikiran mereka itu -akanlah membuat kacau dan bertentangan. Dan hati itu akan merasa jinak kepada untuk apa yang disampaikan kepadanya pada permulaan kejadiannya dan dengannya itu bersangkut. Dan ta’assub (kemunafikan) yang berkobar diantara manusia itu merupakan paku-paku yang teguh bagi kepercayaan-kepercayaan ayng diwarisi atau yang diambil dengan baik sangka dari para guru pada permulaan keadaannya. Kemudian tabi’at manusia itu tersangkut dengan kecintaan kepada dunia. Kepada dunia, tabi’at itu menghadap. Dan nafsu keinginan dunia itu mencekik lehernya dan menjadikan berpaling dari kesempurnaan pikiran. Maka apabila pintu pembicaraan mengenai Allah SWT dan sifat-sifat-Nya dengan pendapat dan akal itu dibuka, serta berlebih kurangnya manusia dalam kecerdasannya, berbedanya mereka dalam tabi’atnya, dan bersangatan lobanya orang yang bodoh dalam mendakwakan kesempurnaan dirinya atau mendakwakan mengetahui hakikat kebenaran –niscaya terlepaslah lidah mereka dengan apa yang terjadi bagi setiap orang dari mereka. Dan menyangkutlah / menular yang demikian itu dengan hati orang-orang yang memperhatikan kepada mereka. Dan menjadi kuatlah yang demikian sebab lamanya kejinakan hati kepada mereka. Maka adalah keselamatan makhluk itu dengan menyibukkan mereka. Lalu tersumbatlah secara keseluruhan jalan kelepasan kepada mereka. Maka keselamatan makhluk itu adalah dengan menyibukkan mereka dengan amal salih dan tidak membawa mereka kepada apa yang diluar dari batas kesanggupan mereka.

Akan tetapi sekarang telah menurunlah tali kekang dan telah berkembanglah kesia-siaan. Setiap orang bodoh menempatkan diri dengan yang bersesuaian dengan pebawaannya yaitu dengan sangkaan dan terkaan. Dia berkeyakinan bahwa yang demikian itu adalah ilmu yang meyakinkan dan keimanan yang murni. Ia menyangka bahwa apa yang terjadi pada dirinya dari terkaan dan uret-uretan itu adalah ilmu yakin dan ainul yakin. Dan akan anda ketahui beritanya sesudah seketika. Dan seyogyalah dinyanyikan kepada mereka itu ketika tabir sudah tersingkap :

Engkau baikkan sangkaan dengan hari-hari karena ia berbuat baik
Dan engkau tidak takut dengan keburukan yang didatangkan oleh takdir

Engkau diselamatkan oleh malam-malam
Lalu engkau tertipu dengan semua itu
Dan ketika malam menjadi jernih
Datanglah kekeruhan.......

Ketahuilah dengan keyakinan bahwa setiap orang yang memperbedakan iman yang penuh sangkaan dengan Allah SWT , Rasul-Nya dan kitab-kitab-Nya dan menerjunkan diri dalam pembahasan maka sesungguhnya ia menempuh bahaya ini. Contohnya adalah seperti orang yang kapalnya pecah dan dia berada dalam pukulan ombak. Ia dilemparkan oleh ombak kepada ombak yang lain. Kadang-kadang berbetulan ia dilemparkan ke pantai. Dan yang demikian itu jauh dari kejadian yang sebenarnya. Dan yang banyak terjadi adalah ia itu akan binasa.

Setiap orang yang masuk dalam suatu akidah yang ia peroleh dari para pembahas (ilmu kalam) dengan modal akal pikiran mereka adakalanya bersama dalil-dalil yang diuraikannya dalam kefanatikan atau tanpa dalil sama sekali. Maka jikalau ia itu ragu padanya niscaya ia itu perusak agama. Dan jikalau ia percaya yang demikian maka dia pasti akan merasa aman dari rencana Allah SWT (مكر الله ) dan tertipu dengan akalnya yang kurang. Dan setiap orang yang terjun dalam pembahasan ilmu kalam maka ia tidak akan terlepas dari dua hal ini, kecuali apabila ia melampaui batas-batas yang diterima akal pikiran kepada nur mukasyafah yang menjadi tempat terbitnya matahari pada alam kewalian dan kenabian. Dan yang demikian itu adalah seperti belerang merah, dari manakah akan mudah diperoleh ?. Maka yang akan selamat daripada bahaya ini adalah orang yang dungu dari orang awam atau mereka yang disibukkan oleh takutnya kepada neraka dengan mentaati Allah SWT. Mereka tidak terjun pada perbuatan yang tidak penting ini.

Maka inilah salah satu sebab yang membahayakan pada سوءالخاتمة.

Adapun sebab kedua yaitu kelemahan pada pokok iman kemudian kecintaan pada dunia yang menguasai hati. Dan manakala iman lemah niscaya lemahlah kecintaan kepada Allah SWT dan kuatlah kecintaan kepada dunia. Lalu yang terjadi tidak ada lagi tempat di hati untuk mencintai Allah SWT selain hanya dari kata hati saja dan tidak melahirkan bekas pada penentangan hawa nafsu dan perpaling dari jalan setan. Maka yang demikian itu akan menyebabkan kebinasaan pada mengikuti hawa nafsu syahwat, sehingga gelaplah hati, kesat serta hitam. Dan bertindih lapis kegelapan hawa nafsu atas hati maka senantiasalah nur iman yang ada padanya menjadi padam di atas kelemahannya itu, sehingga jadilah yang demikian itu tabi’at dan karat.

Maka apabila datang sakaratil maut niscaya bertambahlah kecintaan (kepada dunia) itu. Yakni kecintaan kepada Allah SWT bertambah lemah karena apa yang tampak dari perasaan akan berpisah dengan dunia. Dan dunia itu menjadi kecintaan yang mengerasi bagi hati lalu hati itu merasa sedih dengan perasaan perpisahan dengan dunia. Dan ia melihat yang demikian itu dari Allah SWT. Maka tergeraklah hati dengan mengingkari kematian yaitu apa yang ditakdirkan kepadanya. Dan ia tiada menyukai bahwa yang demikian itu dari Allah SWT. Maka ditakuti akan berkobarlah dalam hatinya suatu kemarahan kepada Allah SWT sebagai ganti dari kecintaannya kepada dunia.

Sebagaimana orang yang mencintai anaknya dengan kecintaan yang lemah, apabila anak itu mengambil hartanya yang lebih dikasihinya dari pada anaknya kemudian harta itu dirusakkannya niscaya berubahlah kecintaan itu menjadi kemarahan. Maka jikalau berbetulan keluarnya nyawa dan pada detik itu gurisan ini (حب الدني) yang terguris di dalam hati maka beakhirlah ia dengan سوءالخاتمة dan binasalah ia untuk selama-lamanya. Dan sebab-sebab yang membawa kepada kesudahan yang seperti ini adalah kerasnya kecintaan kepada dunia, kecenderungan kepadanya dan bergembira dengan sebab-sebabnya serta kelemahan iman yang menyebabkan kelemahan kecintaan kepada Allah SWT.

Maka barang siapa yang di dalam hatinya memperoleh kecintaan kepada Allah SWT yang lebih keras dari pada kecintaannya kepada dunia walaupun masih ada sisa kecintaannya kepada dunia, maka dia itu lebih jauh dari bahaya tersebut.

Kecintaan kepada dunia adalah sumber pangkal kesalahan. Dan itu adalah penyakit yang melumpuhkan dan telah meratai kepada semua jenis manusia. Dan semua itu karena sedikitnya ma’rifah kepada Allah SWT, karena tiada yang mencintai Allah SWT selain orang yang mengenali-Nya. Dan karena itulah Allah SWT berfirman

قل انكان آبائكم وابنائكم واخوانكم وازواجكم وعشيرتكم واموال اقترفتموها
وتجارة تخشون كسادها ومساكن ترضونها احب اليكم من الله ورسوله وجهاد فيسبسله فتربصوا حتى يئنى الله بامره

“Katakanlah jikalah bapak-bapakmu, anak-anakmu dan saudara-saudaramu dan isteri-isterimu dan kaum keluargamu, kekayaan yang kamu peroleh, perniagaan yang kamu takutkan kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai –Kalau semua itu lebih kamu sukai daripada Allah SWT dan Rasul-Nya dan dari berjuang di jalan Allah maka tunggulah sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. (At-Taubah 24).

Jadi setiap orang yang berpisah nyawanya pada keadaan detik keingkaran hati kepada Allah SWT dan melahirkan kemarahan kepada perbuatan Allah SWT dengan hatinya, dan pada terpisahnya ia dengan isterinya, hartanya dan lain-lain yang ia cintai, maka sesungguhnya ia datang kepada Allah SWT sebagai hamba yang dimarah, hamba yang lari dari Tuannya karena terpaksa. Maka tidak tersembunyi lagi apa yang berhak ia terima yaitu berupa kehinaan dan hukuman dari Tuannya.

Adapun orang yang mati atas kecintaan kepada Allah SWT maka orang itu datang kepada Allah SWT sebagaimana datangnya hamba yang berbuat baik yang rindu kepada Tuannya yang menangung kesulitan-kesulitan perbuatan dan kesukaran-kesukaran perjalanan karena mengharap bertemu dengan tuannya. Maka tidaklah tersembunyi apa yang akan dijumpainya dari kesenangan dan kegembiraan dengan semata-mata bertemu itu. Lebih-lebih dengan apa yang berhak diterimanya dari kelemah lembutan pemuliaan dan kecemerlangan penikmatan.

Kitab Sabar dan Syukur

Kitab sabar dan syukur
Yaitu Kitab ke dua dari perempat bagian yang menyelamatkan dari kitab Ihya ‘Ulumuddin

Segala puji bagi Allah sang Empunya pujian dan sanjungan, yang sendiri dengan baju kebesaran-Nya, Maha Esa dengan sifat-sifat kemuliaan dan keluhuran, yang menguatkan kecemerlangan para wali dengan kekuatan sabar terhadap suka dan duka dan bersyukur atas segala bencana dan ni’mat. Shalawat kepada Muhammad SAW, penghulu para nabi. Dan kepada para sahabatnya penghulu orang-orang yang suci jiwanya, dan kepada keluarganya pemimpin orang-orang yang berbuat kebajikan lagi taqwa. Shalawat yang terlindung dengan kekekalan dari kerusakan, yang terpelihara secara terus menerus dari terputus dan berkesudahan.

Amma Ba’d, Maka iman itu terbagi dua bagian. Sebagian sabar, dan sebagiannya lagi syukur sebagaimana yang diutarakan oleh atsar-atsar dan disaksikan oleh hadits-hadits.

Keduanya juga merupakan dua sifat dari sifat-sifat Allah Ta’ala dan juga (merupakan) dua nama dari asma-asma-Nya Yang Maha Baik (Al-Asmaa’ul Husna) karena Ia menamakan diri-Nya dengan Yang Maha Sabar (As-Shabuur) dan Maha Berterimakasih (As-Syakuur).

Maka kebodohan terhadap hakikat sabar dan syukur adalah juga kebodohan terhadap dua bagian iman. Kemudian merupakan pula kelalaian dari dua sifat dari beberapa sifat Tuhan Yang Maha Pengasih. Tak ada jalan untuk mendekat kepada Allah Ta’ala selain dengan iman. Bagaimana dapat digambarkan menempuh jalan iman tanpa mengenal apa yang dengannya itu iman dan siapa yang dengannya itu iman.

Berhenti dari mengetahui apa itu sabar dan syukur berarti berhenti pula dari mengetahui siapa yang dengan ia itu (disebut) iman. Dan (berhenti pula) dari mengetahui apa yang dengan ia itu disebut iman. Maka alangkah perlunya bagi masing-masing bagian itu (akan adanya) penjelasan. Dan kami akan menjelaskan masing-masing bagian tersebut dalam satu kitab sebab adanya keterikatan yang satu dengan yang lainnya, insya Allah.

Bagian Pertama tentang Sabar

Ada padannya keutamaan sabar, penjelasan batas-batas sabar dan hakikatnya, penjelasan bahwa sabar itu setengah dari iman, penjelasan perbedaan nama-nama sabar disebabkan berbeda-bedanya hubungan, penjelasan bagian-bagian sabar menurut perbedaan kuat dan lemahnya, penjelasan tempat persangkaan perlunya kepada sabar, dan penjelasan tentang obat sabar dan apa yang dapat dijadikan pertolongan melalui sabar.

Maka itu semua ada tujuh pasal yang melengkapi pada maksud-maksud sabar Insya Allah Ta’ala...

Penjelasan Keutamaan sabar.

Allah Ta’ala sesungguhnya telah mensifatkan orang-orang yang sabar dengan beberapa sifat. Allah Ta’ala menyebutkan sabar dalam Al-Qur’an lebih pada 70 tempat. Ia menambahkan lebih banyak derajat dan kebajikan kepada sabar.

Ia menjadikan derajat dan kebajikan sebagai hasil dari sabar. Maka Allah Ta’ala berfirman,

“Dan Kami jadikan diantara mereka beberapa pemimpin yang akan memberikan pimpinan dengan perintah Kami yaitu ketika mereka semua bersabar.” (QS. As-Sajdah 42)

“Dan Telah sempurnalah Firman yang baik dari Tuhanmu untuk Bani Israil disebabkan kesabaran mereka”. (Al-a’raf 137)

“Dan akan Kami berikan kepada orang-orang yang sabar suatu pahala mereka dengan sebaik-baiknya sebab apa yang telah mereka kerjakan.” (An-Nahl 96.)

“Mereka itulah yang diberikan pahala dua kali lipat sebab kesabaran mereka” (Al-Qashas 54).

“Sesungguhnya akan disempurnakan bagi orang-orang yang sabar, pahala mereka dengan tanpa terhitung”. (Az-Zumar 10.)

Maka tidak ada upaya pendekatan diri kepada Allah Ta’ala, melainkan pahalanya ditentukan dengan kadar (perhitungan), kecuali sabar (maka tiadalah ia dihitung).

Dan karena puasa itu sebagian dari sabar, dan puasa itu ½ sabar, maka Allah Ta’ala berfirman, “Puasa itu bagu-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya”. Allah Ta’ala mengkaitkan puasa itu dengan diri-Nya diantara ibadah ibadah lain dan menjanjikan bagi orang yang bersabar bahwa Ia bersama mereka. Allah Ta’ala berfirman :

“Dan bersabarlah sesungguhnya Allah itu berserta orang-orang yang sabar”. (Al-Anfal 46.)

Allah Ta’ala meggantungkan pertolongan kepada sabar. Allah Ta’ala berfirman, yang artinya “Ya..Kalau kamu mau beriman dan memelihara diri, sedang mereka datang (menyerang) kepadamu dengan cepat, maka Tuhan akan membantumu dengan 5000 malaikat yang akan membinasakan”. (Ali Imran 125).

Allah Ta’ala akan mengumpulkan bagi orang-orang yang sabar beberapa hal yang tidak dikumpulkan-Nya bagi yang lain. Allah Ta’ala berfirman :

“Merekalah orang-orang yang medapat ampunan dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk” (Al-Baqarah 157).

Petunjuk, rahmat dan ampunan dikumpulkan bagi orang yang sabar. Dan penelitian semua ayat tentang kedudukan sabar akan sangatlah panjang bila diteruskan.

Adapun hadits yang menyangkut sabar, maka diantaranya adalah sabda RasuluLlah SAW “Sabar itu ½ iman”. Sebagaimana akan diterangkan tentang sabar itu ½ iman.

Nabi SAW bersabda, “Dari hal paling kurang yang diberikan kepada kamu ialah keyakinan dan kesungguhan sabar. Siapa yang diberi keberuntungan dari keyakinan dan kesungguhan sabar niscaya ia tidak peduli terhadap yang luput pada mereka dari shalat malam dan puasa siang dan engkau bersabar atas apa yang menimpamu adalah lebih aku sukai daripada disempurkannya oleh setiap orang dari kamu sekalian untukku dengan seperti amalan kamu semua. Akan tetapi aku takut bahwa akan dibukakan kepada kamu semua (kenikmatan) dunia sesudahku. Kemudian sebagian kamu menantang sebagian yang lain. Dan kamu akan ditantang oleh penduduk langit (malaikat) ketika itu. Maka siapa yang sabar dan memperhitungkan diri, niscaya akan memperoleh kesempurnaan pahala”. Kemudian Nabi membaca firman Allah Ta’ala :

“Apa yang ada di sisi kamu itu akan hilang, dan apa yang ada di sisi Allah itulah yang kekal. Dan akan Kami beri balasan bagi orang-orang yang sabar berupa pahala mereka dengan yang lebih baik sesuai apa yang telah mereka kerjakan”.

Diriwayatkan Jabir, bahwa Nabi SAW ditanya tentang iman maka beliau menjawab “sabar dan suka memaafkan”.

Nabi SAW bersabda “Sabar itu perbendaharaan dari beberapa perbendaharaan surga”.

Pada suatu saat Nabi SAW ditanya “apakah iman itu”. Lalu beliau menjawab “Sabar”.

Ini serupa dengan sabda Nabi SAW, “Hajji itu ‘arafah” artinya yang terbesar dari rukun haji itu adalah wukuf di ‘arafah.

Nabi SAW bersabda pula, “Afdhalul a’mal maa ukrihat ‘alaihinnufuus”. Yang artinya, “Amal yang paling utama adalah yang lebih dipaksakan kepadanya nafsu”.

Dikatakan Allah Ta’ala menurunkan wahyu kepada Nabi Dawud AS, “Berakhlaklah dengan akhlak-Ku. Sesungguhnya sebagian dari akhlak-Ku adalah Aku sesungguhnya Maha Sabar.

Pada Hadits yang diriwayatkan Atha’, dari Ibnu Abbas bahwa ketika RasuluLlah SAW masuk ke tempat orang-orang anshar , lalu beliau bertanya, “A Mu’minu antum ?” yang artinya “apakah kamu semua beriman ?”

Mereka menjawab, “Kami bersyukur atas kelapangan, kami bersabar atas cobaan, dan kami ridho dengan ketetapan Tuhan”.

Lalu RasuluLlah SAW bersabda, “Mukminuuna warabbil Ka’bah”. “Benar kamu semua beriman, demi Yang Empunya Ka’bah”.

Nabi SAW bersabda, “Pada sabar atas sesuatu yang tidak kamu sukai itu, banyak kebajikan”.

Isa Al-Masih AS bersabda, “Engkau sesungguhnya tidak akan memperoleh apa yang kamu inginkan kecuali dengan kesabaranmu atas apa yang tidak engkau sukai”.

RasuluLlah SAW bersabda, “laukaana shabru Rajululan lakaana kariiman waLlaahu yuhibbus shaabiriin”. Yang artinya, ‘Jikalau sabar itu seorang laki-laki niscaya ia itu pemurah. Dan Allah itu cinta akan orang-orang yang sabar”.

Hadits-hadits yang menerangkan sabar itu tiada terhingga jumlahnya. Adapun atsar maka diantaranya adalah apa yang terdapat pada surat khalifah Umar bin Khatab RA kepada Abu Musa Al-Asy’ari RA yang bunyinya antara lain : sabar pada saat musibah itu baik, dan yang lebih baik daripadanya adalah sabar / menahan diri dari apa yang diharamkan Allah Ta’ala.

Dan ketahuilah bahwa sabar itu yang memiliki iman. Yang demikian ini adalah bahwasanya taqwa itu merupakan kebajikan yang paling utama. Dan taqwa itu adanya dengan sabar.

Sayyidina ‘Ali RA berkata, “Iman itu dibangun atas dasar empat yaitu yakin, sabar, jihad dan adil.”

‘Ali RA berkata pula, “Kedudukan sabar dalam iman itu sebagaimana kepala pada tubuh. Tidak ada tubuh bagi orang yang tidak ada kepala. Dan tidak ada iman bagi orang yang tidak memiliki kesabaran.

Umar RA Berkata, “Amatlah baik dua pikulan yang sebanding, dan amatlah baik tambahan bagi orang-orang yang sabar. Yang dimaksud dua pikulan yang sebandaing adalah ampunan dan rahmat. Sedangkan yang dimaksud dengan tambahan adalah petunjuk. Dan tambahan itu ibaratnya adalah apa yang dibawa di atas dua pikulan yang sebanding tadi atas unta”.

Diriwayatkan oleh Urar RA yang demikian itu pada firman Allah Ta’ala, “Ulaaika ‘alaihim shalawaatun mun Rabbikum warahmah. Waulaaika humul muhtaduun”. Yang artinya” mereka itulah orang-orang yang mendapatkan ampunan dan rahmat dari Tuhannya, dan merekalah orang-orang yang mendapatkan petunjuk”. (Al-Baqarah 157).

Adalah Habib bin Abi Habib Al Bashri apabila membaca ayat di bawah ini, “Inna wajad-Naahu shaabiran, ni’mal ‘abdu, innahu awwab”. Yang artinya, “Sesungguhnya Kami dapati ia (Ayub) sebagai seorang yang sabar, sebaik-baik hamba dan sesungguhnya dia tetap kembali (kepada Tuhan). (Shad 44).

Lalu beliau menangis dan berkata, “Alangkah menakjubkan. Ia yang memberi dan Ia yang memuji.” Artinya Ia yang menganugerahkan kesabaran dan Ia yang memujikannya.

Abu Darda’ RA mengatakan, “Ketinggian itu adalah sabar akan hukum Allah Ta’ala dan rela dengan takdir Allah Ta’ala”.

Inilah penjelasan tentang sabar dari yang dinukilkan (dari ayat, hadits dan atsar).

Adapun dari segi pandangan mata ibarat, maka anda tidak dapat memahaminya selain setelah memahami hakikat sabar dan artinya. Karena mengetahui keutamaan dan tingkatannya itu ialah mengetahui sifat. Maka tidak akan berhasil , sebelum mengetahui yang bersifat dengan sifat tertentu.

Maka marilah kami lanjutkan menyebutkan hakikatnya dan maknanya, kiranya kita memperoleh taufik dari Allah Ta’ala.

PENJELASAN : Hakikat Sabar dan maknanya.

Ketahuilah kiranya bahwa sabar itu merupakan suatu maqam (Tingkat) dari beberapa tingkatan agama. Dan suatu kedudukan dari beberapa kedudukan orang yang berjalan menuju kepada Allah Ta’ala (saalikiin).

Semua maqam-maqam agama itu hanya dapat tersusun dari tiga hal : ma’irfah, haal, dan amal perbuatan.

Ma’rifah adalah pokok. Dialah yang mewariskan haal ihwal. Dan haal itu yang membuahkan amal perbuatan.

Ma’rifah itu seperti pohon kayu. Hal ihwal itu seperti ranting dan amal perbuatan itu seperti buah. Dan ini terdapat pada semua maqam orang-orang yang berjalan menuju Allah Ta’ala.

Dan nama iman, sesekali dikhususkan dengan ma’rifah sesekali disebutkan secara mutlak kepada semuanya sebagaimana telah kami sebutkan pada perbedaan nama iman dan islam pada kitab “Kaidah-kaidah ‘aqaid”. Seperti ini pula sabar, tiada akan sempurna sabar itu selain dengan ma’rifah yang mendahuluinya dan dengan hal-ihwal yang tegak berdiri.

Maka sabar pada hakikatnya adalah ibarat dari ma’rifah itu sendiri. Dan amal perbuatan adalah seperti buah yang keluar dari ma’rifah. Dan ini tidak dapat diketahui selain dengan mengetahui cara tertibnya antara malaikat, insan dan hewan. Maka sabar itu adalah ciri khas pada insan. Dan tidak tergambar adanya sabar itu pada hewan dan malaikat karena totalitasmya.

Penjelasannya adalah bahwa hewan-hewan itu dikuasai nafsu syahwat. Dan ia diciptakan untuk nafsu syahwat tersebut. Maka tidak ada pembangkit bagi hewan tersebut kepada gerak dan diam selain nafsu dan syahwat. Dan tiada pula pada hewan itu suatu kekuatan yang berbenturan dengan nafsu syahwat dan yang menolaknya dari yang dikehendaki nafsu syahwat. Sehingga dinamakan ketetapan kekuatan pada menghadapi nafsu syahwat dengan istilah sabar.

Adapun para malaikat AS, maka mereka itu di juruskan pada merindui hadlirat ketuhanan. Dan merasa cemerlang dengan tingkat kedekatan kepada hadlirat ketuhanan itu. Dan mereka tiada dikuasai nafsu syahwat yang membelokkan dan yang mencegah dari hadlirat ketuhanan sehingga memerlukan pada pembenturan yang memalingkannya dari hadlirat Yang Maha Agung dengan tentara lain yang akan mengalahkan dan membelokkan.

Adapun insan maka sesungguhnya ia diciptakan pada permulaan masa kecilnya dalam keadaan kekurangan seperti halnya hewan. Tidak dijadikan padanya selain keinginan makan yang diperlukannya. Kemudian lahirlah keinginan bermain dan berhias padanya. Kemudian nafsu keinginan kawin, diatas tartib yang demikian. Dan tidak ada sama sekali pada insan itu kekuatan sabar karena sabar itu adalah ibarat dari ketetapan tentara untuk menghadapi tentara lain sehingga terjadilah peperangan diantara keduanya, untuk melawani kehendak dan tuntutan keduanya. Dan pada anak kecil itu tidak ada sesuatupun kecuali tentara hawa nafsu seperti yang ada pada hewan. Akan tetapi Allah Ta’ala dengan karunia-Nya dan keluasan kemurahan-Nya memuliakan anak Adam dan meninggikan derajat mereka dari derajat hewan-hewan. Maka Allah Ta’ala mewakilkan kepada manusia itu ketika sempurna dirinya mendekati kedewasaan dengan dua malaikat. Yaitu satu memberinya petunjuk dan yang satu lagi menguatkanya. Maka berbedalah manusia itu dengan pertolongan dua malaikat tadi daripada hewan-hewan.

Dan insan itu khusus ditentukan dengan dua sifat “

Pertama – mengenal Allah Ta’ala dan mengenal Rasul-Nya. Kedua, mengenal kepentingan-kepentingan yang menyangkut dengan akibat (bagi masa yang akan datang). Semua dari yang demikian itu berhasil dari malaikat yang diserahkan kepadanya petunjuk dan pengenalan.

Maka hewan tidaklah memiliki ma’rifah, dan tiada petunjuk kepada kepentingan akibat-akibat, akan tetapi hanya kepada yang dikehendaki nafsu keinginannya yang sesaat saja. Oleh karena itu hewan tidak mencari selain yang dirasa enak. Adapun terhadap obat yang bermanfaat, serta adanya obat itu mendatangkan melarat seketika, maka hal itu tidak dicarinya dan tidak dikenalnya.

Maka jadilah insan itu dengan sinar hidayah dapat mengetahui bahwa mengikuti nafsu syahwat itu memiliki hal-hal yang ghaib (yang belum kelihatan sekarang), yang tidak disukai akan akibatnya. Akan tetapi petunjuk ini belumlah memadai, selama tidak ada baginya kemampuan untuk meninggalkan sesuatu yang mendatangkan melarat. Berapa banyak yang mendatangkan melarat bagi manusia – seperti penyakit yang bersarang pada dirinya umpamanya, akan tetapi tiada kemampuan baginya untuk menolak. Lalu ia memerlukan pada kemampuan dan kekuatan yang dapat menolaknya yaitu kepada menyembelih nafsu syahwat itu. Lalu ia melawan nafsu syahwat itu dengan kekuatan tersebut sehingga diputuskannya permusuhan nafsu syahwat tadi darinya. Maka Allah Ta’ala mewakilkan seorang malaikat lain padanya yang membetulkannya, meneguhkan dan menguatkannya dengan tentara yang tiada engkau dapat melihatnya. Ia memerintahkan tentara ini untuk memerangi tentara nafsu syahwat. Maka sesekali tentara ini yang lemah dan sesekali ia yang kuat. Yang demikian itu menurut pertolongan Allah Ta’ala terhadap hamba-Nya dengan penguatan. Sebagaimana nur/petunjuk juga berbeda pada makhluk dengan perbedaan yang tiada terhingga.

Maka kami menamakan sifat tersebut – yang membedakan manusia dan hewan, pada pencegahan nafsu syahwat dan pemaksaannya dengan nama penggerak keagamaan. Dan hendaklah kami namakan penuntutan nafsu syahwat dan semua yang dikehendaki nafsu syahwat itu dengan nama penggerak hawa nafsu.

Hendaklah dipahami bahwa peperangan itu terjadi antara penggerak agama dan penggerak hawa nafsu. Dan peperangan diantara keduanya itu berlangsung terus menerus. Adapun medan peperangan ini adalah hati hamba. Sumber bantuan kepada penggerak agama datangnya dari para malaikat yang menolong barisan tentara Allah Ta’ala. Dan sumber bantuan kepada penggerak hawa nafsu itu datangnya dari setan-setan yang membantu musuh-musuh Allah Ta’ala.

Maka sabar itu adalah ibarat dari tetapnya penggerak agama untuk menghadapi penggerak nafsu syahwat . kalau penggerak agama itu dapat tetap sehingga dapat memaksa penggerak nafsu syahwat dan terus menerus menantangnya, maka penggerak agama itu telah menolong tentara Allah Ta’ala dan berhubungan dengan orang-orang yang sabar. Dan kalau ia tinggalkan dan lemah sehingga ia dapat dikalahkan oleh nafsu syahwat dan ia tidak sabar pada menolaknya, niscaya ia berhubungan dengan mengikuti setan-setan.

Jadi meninggalkan perbuatan-perbuatan yang penuh nafsu syahwat itu adalah amal perbuatan yang dihasilkan oleh suatu hal yang dinamakan s a b a r, yaitu tetapnya penggerak agama yang berhadapan dengan penggerak nafsu syahwat. Tetapnya penggerak agama itu adalah suatu hal yang dihasilkan oleh ma’rifah dengan memusuhi nafsu syahwat dan melawankannya, karena itulah sebab-sebab kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Apabila telah kuat keyakinannya yakni ma’rifah, yang dinamakan iman yaitu keyakinan bahwa adanya nafsu syahwat itu musuh yang memutus jalan kepada Allah Ta’ala maka akan kuatlah tetapnya penggerak agama. Dan apabila telah kuat tetapnya penggerak agama itu, maka sempurnalah perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan yang dikehendaki oleh nafsu syahwat. Kuatnya ma’rifah dan iman akan mengkejikan apa yang ghaib dari nafsu syahwat dan buruk akibatnya.

Dua malaikat tersebut adalah yang menanggung dua tentara tadi dengan izin Allah Ta’ala. Dan dijadikannya kedua malaikat tersebut untuk yang demikian. Malaikat tersebut adalah dari malaikat-malaikat yang menulis amal perbuatan manusia. Keduanya adalah malaikat yang ditugaskan kepada tiap-tiap orang dari anak Adam.
Apabila anda telah mengetahui bahwa pangkat malaikat penunjuk itu lebih tinggi dari malaikat yang menguatkan niscaya tidak tersembunyi lagi bagi anda bahwa yang disamping kanan adalah yang termulia bagi dua sisi dari dua pihak, yang seyogyanya diserahkan kepadanya. Jadi dialah yang empunya kanan (shahibul yamin) sedangkan yang lain adalah yang empunya kiri (shahibus syimal).

Hamba itu memiliki dua hal : kelalaian dan berpikir, melepaskan dan bermujahadah. Dengan kelalaian maka hamba itu akan berpaling dari shahibul yamin dan berbuat jahat kepadanya. Lalu berpalingnya itu dituliskan sebagai kejahatan. Dengan berpikir, hamba itu akan menghadap kepada shahibul yamiin untuk mengambil faedah dan petunjuk padanya. Maka dengan demikian hamba itu berbuat baik terhadap shahibul yamiin. Oleh karena itu penghadapannya kepada shahibul yamiin tersebut akan dituliskan baginya sebagai kebaikan.

Demikian pula dengan melepaskan maka dia itu berpaling dari shahibul yasar, meninggalkan meminta bantuan kepadanya, maka dengan demikian ia berbuat jahat kepadanya, lalu ditetapkan hal tersebut sebagai kejahatan atasnya. Dan dengan mujahadah ia meminta bantuan dari tentaranya. Lalu ditetapkan hal tersebut sebagai kebaikan baginya.

Sesungguhnya ditetapkannya kebajikan dan kejahatan dengan penetapan dua malaikat tersebut, Oleh karena itulah keduanya dinamakan para malaikat mulia yang yang menuliskan amal manusia (Kiraamal Katibiin).

Adapun al-Kiraam (yang mulia atau yang pemurah), maka dikarenakan dimanfaatkan oleh hamba dengan kemurahan keduanya, dan karena para malaikat itu semua adalah yang mulia yang berbuat kebajikan. Adapun al-Katibiin (penulis) maka karena keduanya itu yang menetapkan (menulis) kebajikan-kebajikan dan kejahatan-kejahatan. Dan keduanya sesungguhnya menuliskan pada lembaran-lembaran yang terlipat dalam rahasia hati dan terlipat dari rahasia hati, sehingga tiada terlihat kepadanya di dunia ini. Maka kedua malaikat tersebut – suratannya, tulisannya, lembarannya, dan apa saja yang menyangkut kedua malaikat itu adalah dari jumlah alam ghaib dan alam malakut tidak dari alam syahadah (alam yang dapat disaksikan dengan panca indera).

Setiap sesuatu dari alam malakut itu tidak dapat dilihat oleh mata di alam ini. Kemudian lembaran-lembaran amal yang terlipat itu akan disiarkan sebanyak dua kali. Sekali pada kiyamat kecil (kematian), sekali pada kiyamat besar.

Yang dimaksud kiyamat kecil adalah waktu mati karena Nabi SAW bersabda, “Man maata faqad qaamat qiyaamatuhu”. Yang artinya, “Barang siapa yang mati maka sesungguhnya telah berdiri kiyamatnya”.

Pada kiyamat kecil ini, adalah hamba itu sendirian dan pada kiyamat ini dikatakan, “Walaqad ji’tumuuna furaada kamaa khalaqnaakum awwala marrat”. Yang artinya dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendirian sebagaimana Kami menjadikanmu pada kali pertama”. (Al-An’am 94).

Pada kiyamat kecil dikatakan pula, “Kafaa binafsikal yauma ‘alaika hasiibaa”. Yang artinya “Cukuplah pada hari ini engkau membuat perhitungan atas dirimu sendiri (Al-Isra’ 14).

Adapun pada kiyamat besar yang mengumpulkan semua makhluk, maka hamba itu tidaklah sendirian, akan tetapi kadang-kadang akan dilakukan perhitungan amal (hisab) dihadapan banyak makhluk. Pada kiyamat besar, orang-orang yang bertaqwa akan dibawa ke sorga. Dan orang-orang berdosa dibawa ke neraka secara beramai-ramai, tidak sendirian.

Huru hara pertama adalah huru hara kiyamat kecil. Dan bagi semua huru hara kiyamat besar ada perbandingannya dengan kiyamat kecil, seperti goncangnya bumi-misalnya. Sesungguhnya bumi engkau yang khusus bagi engkau itu bergoncang pada kematian. Maka sesungguhnya engkau mengetahui bahwa kegoncangan itu apabila bergoncang pada suatu negeri niscaya benarlah untuk dikatakan “sesungguhnya bumi mereka telah bergoncang walaupun negeri-negeri yang mengelilingi negeri tersebut tidak bergoncang. Bahkan jika tempat tinggal seorang manusia sendirian bergoncang, maka telah berhasilah kegoncangan itu terjadi padanya karena dia sesungguhnya memperoleh melarat ketika bergoncangnya semua bumi dengan kegoncangan tempatnya tidak dengan kegoncangan tempat tinggal orang lain. Maka bagian dari kegoncangan itu telah sempurna tanpa ada kekurangan.

Ketahuilah kiranya bahwa anda adalah makhluk dari tanah yang paling diridha-i, dan keberuntungan engkau yang khusus dari tanah adalah badan engkau saja. Adapun badan orang lain maka bukanlah keberuntungan (urusan) engkau. Dan bumi tempat engkau duduk itu jika dikaitkan kepada badan engkau adalah laksana karung dan tempat. Dan sesungguhnya engkau takut akan kegoncangan tempat itu bahwa badan engkau akan bergoncang disebabkan kegoncangan tempat tersebut. Kalau tidak demikian, maka udara itu selalu juga bergoncang akan tetapi engkau tidak takut kepadanya karena badan engkau tidak ikut bergoncang dari sebab yang demikian. Maka keberuntungan (efek) engkau dari kegoncangan bumi secara keseluruhan adalah kegoncangan badan engkau saja. Maka itulah bumi engkau dan tanah engkau yang khusus dengan engkau. Tulang-belulang engkau adalah bukit-bukit daripada bumi engkau. Hati engkau adalah matahari dari bumi engkau. Pendengaran engkau, penglihatan engkau dan lain-lain yang khusus bagi engkau, adalah laksana bintang-bintang langit engkau. Bercucurnya keringat dari badan engkau adalah laut dari bumi engkau. Rambut engkau adalah tumbuh-tumbuhan bumi engkau. Angota badan engkau adalah pohon-pohonan bumi engkau. Dan begitulah pada semua bagian tubuh.

Apabila sendi-sendi badan engkau telah roboh karena kematian, maka sesungguhnya telah bergoncanglah bumi sebagai kegoncangannya. Maka apabila tulang-belulang telah bercerai dari daging, maka sesungguhnya bukit-bukit itu telah diangkat lalu dihancurkan sekali hancur. Apa bila tulang belulang telah hancur, maka gunung-gunung itu telah dihancurkan. Apabila hati engkau gelap gulita sesudah mati, maka sesungguhnya matahari itu telah digulung. Apabila pendengaran engkau, penglihatan engkau dan panca indera engkau yang lain tiada berguna lagi, maka sesungguhnya bintang-bintang itu telah berhamburan. Apabila otak engkau pecah maka sesungguhnya langit itu telah pecah. Apabila dari huru haranya mati lalu terpancarlah keringat kening engkau, maka sesungguhnya lautan itu telah terpancar airnya. Apabila salah satu betis engkau telah berpaling dari yang lain dan keduanya itu adalah lipatan badan engkau, maka sesungguhnya unta-unta betina itu telah telah ditinggalkan. Apabila nyawa itu telah berpisah dari tubuh, maka bumi itu dibawa lalu dipanjangkan sehingga ia mencampakkan isinya dan melepaskannya.

Aku tiada akan memperpanjangkan semua perbandingan hal-ihwal dan huru hara itu, akan tetapi aku mengatakan bahwa hanya dengan semata-mata kematian, maka telah tegak berdirilah kiyamat kecil ini. Dan tiada luput bagi engkau dari kiyamat besar itu sesuatu dari apa yang khusus bagi engkau bahkan apa yang khusus bagi orang lain dari engkau. Sesungguhnya masih adanya bintang-bintang itu bagi orang lain, maka apa manfaatnya bagi engkau daripadanya ?. dan telah berguguranlah panca indera engkau yang dengannya engkau dapat mengambil manfaat dengan memandang bintang-bintang itu. Dan orang buta sama baginya antara malam dan siang, gerhana matahari dan terangnya, karena matahari sesungguhnya baginya telah gerhana terhadap dirinya dan itu adalah bahagian nya dari matahari.

Maka terangnya matahari sesudah itu adalah menjadi bahagian orang lain. Dan siapa yang pecah kepalanya, maka sesungguhnya telah pecah langitnya. Karena langit itu adalah ibarat dari apa yang mengiringi pihak kepala. Maka siapa yang tiada memiliki kepala niscaya tiada langit baginya. Maka darimanakah bermanfaat baginya tetapnya langit bagi orang lain ? (tentu tidak ada manfaatnya).

Maka inilah kiyamat kecil itu. Takut itu sesudah yang di bawah, dan huru hara itu sesudah yang penghabisan. Yang demikian itu adalah apabila telah datang bencana yang besar, maka terangkatlah yang khusus, binasalah langit dan bumi, hancurlah gunung-gunung dan bertambahlah huru hara itu. Ketahuilah kiranya bahwa kiyamat kecil ini walaupun kami panjangkan mensifatkannya, maka sesungguhnya kami tidak menyebutkannya seper seratus dari sifat-sifatnya. Dan kiyamat kecil itu jika dibandingkan kiyamat besar adalah seperti kelahiran kecil dibandingkan kelahiran besar.

Sesungguhnya manusia itu memiliki dua kelahiran.

Pertama keluar dari tulang sulbi laki-laki dan tulang dada perempuan kepada tempat simpanan rahim wanita. Manusia itu berada di dalam rahim adalah pada keadaan yang tetap, tenang, sampai kepada kadar/masa yang ditentukan. Dan manusia dalam perjalanannya kepada kesempurnaan, memiliki tempat-tempat dan tahap-tahap, dari setitik air mani (nuthfah), segumpal darah, segumpal daging, dan lainnya sehingga manusia itu keluar dari kesempitan rahim ibu kepada alam dunia yang lapang. Maka perbandingan secara umum kiamat besar dengan khususnya kiyamat kecil adalah seperti perbandingan luasnya alam yang lapang dengan luasnya lapang rahim ibu. Dan bandingan luasnya alam yang didatangi hamba itu dengan mati jika dibandingkan dengan luasnya dunia adalah seperti bandingan lapangnya dunia juga kepada rahim ibu, bahkan lebih luas dan lebih besar.

Maka kiaskanlah akhirat itu dengan dunia, maka tidaklah kejadian kamu dan kebangkitan kamu, selain seperti satu diri saja. Dan tidaklah kejadian yang kedua melainkan sebagai kiasan yang pertama, bahkan bilangan kejadian itu tidak terhingga pada dua saja. Dan kepada yang demikian itu diisyaratken oleh firman Allah Ta’ala, “Wanunsyi-a kum fii maa laa ta’lamuun”. Yang artinya, “Dan Kami menjadikan kamu dalam rupa yang tiada kamu ketahui”. (Al-Waqi’ah 61).

Orang yang mengakui adanya dua kiyamat itu adalah orang- yang beriman terhadap alam ghaib dan alam syahadah dan yakin dengan alamul mulki wal malakuut. Orang yang mengaku adanya kiyamat kecil dan tidak mengakui adanya kiyamat besar, adalah orang yang memandang dengan mata yang juling kepada salah satu dari dua alam. Yang demikian itu adalah bodoh, sesat dan mengikuti dajjal yang bermata satu / juling.
Alangkah bersangatannya kelalaianmu hai orang-orang yang patut dikasihani. Dan kita semua adalah orang yang patut dikasihani, sedang dihadapan engkau itu ada huru hara tersebut.

Jikalau engkau tidak beriman dengan kiyamat besar disebebkan bodoh dan sesat, maka apakah tidak mencukupi bagimu dalil kiyamat kecil ? Atau tidakkah engkau mendengar sabda Penghulu nabi-nabi SAW,”Kafaa bil mauti mau’idhan” mencukupilah kematian sebagai pemberi pelajaran. Atau tidakkah engkau mendengar susahnya Nabi SAW ketika akan wafat sehingga beliau berdo’a “Allahumma hawwin ‘ala Muhammad sakaraatil maut” yang artinya, “Yaa Allah mudahkanlah kepada Muhammad sakarat maut”.

Atau tidakkah engkau malu dengan keterlambatanmu akan serangan maut karena mengikuti orang-orang lalai dan hina yang tiada yang mereka tunggu selain pekikan yang akan menyiksa mereka dan mereka berbantahan dengan sesamanya ? Mereka tiada berkesempatan menyampaikan pesan dan tiada pula dapat kembali kepada keluarganya. Maka datanglah sakit kepada mereka yang memperingatkan kepada mati, tetapi mereka tidak memperoleh peringatan daripadanya. Dan datanglah kepada mereka itu ketuaan sebagai utusan dari kematian. Maka tidakkah mereka mengambil ibarat daripadanya ?

Alangkah ruginya hamba yang datang rasul kepadanya lalu mereka memperolok-olok rasul itu. Apakah mereka menyangka bahwa mereka akan kekal di aunia ?, atau tidakkah mereka melihat berapa banyak yang telah Kami binasakan sebelum mereka, dari berabad-abad lamanya bahwa mereka itu tidak kembali kepadanya. Ataukah mereka menyangka bahwa orang-orang mati itu telah berjalan jauh dari mereka, lalu mereka itu dianggap tidak ada lagi ?

Tidaklah sekali-lagi demikian ! masing-masing dengan tanpa kecuali akan dihadapkan kepada Kami. Akan tetapi apa yang datang kepada mereka salah satu dari ayat-ayat Tuhannya lalu mereka itu berpaling daripadanya. Dan yang demikian itu karena Kami adakan tutup di hadapan dan dibelakang mereka, lalu mereka Kami tutup. Oleh karena itu mereka tiada juga mau percaya.

Sekarang marilah kita kembali kepada yang dimaksud. Sesungguhnya semua yang tersebut itu adalah isyarat yang mengisyaratkan kepada hal-hal yang lebih tinggi dari ilmu muammalah. Maka kami terangkan bahwa telah jelas bahwa sabar itu adalah tetapnya penggerak agama untuk melawan penggerak hawa nafsu. Dan perlawanan ini termasuk ciri khas anak Adam, karena diwakilkan kepada mereka malaikat-malaikat yang mulia yang menuliskan amal perbuatan mereka.

Dua malaikat yang menuliskan amal anak Adam itu tidak menuliskan sesuatu dari anak-anak kecil dan orang gila karena telah kami sebutkan dahulu bahwa kebaikan itu adalah pada menghadapkan diri untuk mengambil faedah daripada keduanya (malaikat). Dan kejahatan itu ada pada berpaling dari keduanya (malaikat). Bagi anak-anak kecil dan orang-orang gila , maka tiada jalan bagi mereka untuk mengambil faedah tersebut. Maka tiadalah tergambar dari anak kecil dan orang gila itu untuk menghadap dan berpaling. Dan kedua malaikat penulis amal itu tiada menulis selain menghadap atau berpaling dari orang-orang yang mampu kepada menghadap dan berpaling itu.

Demi umurku, sesungguhnya telah nampak tanda-tanda permulaan kecemerlangan sinar petunjuk ketika tiba pada usia tamzis (usia yang telah dapat untuk membedakan antara bahaya dan manfaat). Tanda kecemerlangan itu tumbuh dan berangsur-angsur sampai kepada tahun datangnya dewasa (baligh). Sebagaimana menampak sinar pagi sampai kepada terbitnya bundaran matahari.

Akan tetapi itu adalah petunjuk yang singkat, yang tiada menunjukkan kepada hal-hal yang mendatangkan melarat di akhirat, akan tetapi pada hal-hal yang mendatangkan melarat di dunia.

Oleh karena itulah seorang anak akan dipukul karena meninggalkan shalat seketika itu juga dan ia tidak disiksa karena meninggalkan shalat itu kelak di akhirat, dan pula tidak dituliskan pada lembaran-lembaran amal yang akan ditebarkan di akhirat. Akan tetapi menjadi tanggung jawab yang mengurus anak itu yang adil dan walinya yang baik yang penuh belas kasihan kalau ia termasuk orang-orang yang baik.

Dan ini adalah sikap dari para malaikat yang mulia, yang selalu menulis amal, yang berbuat baik lagi pilihan, bahwa dituliskan bagi anak kecil itu akan kejahatan dan kebaikannya di atas lembaran hatinya. Lalu dituliskan kepadanya dengan pemeliharaan. Kemudian disiarkan kepadanya dengan memperkenalkan, kemudian ia dihukum dengan pemukulan.

Maka setiap wali anak kecil yang demikian sikapnya terhadap anak kecil itu, maka sesungguhnya ia telah mewarisi sikap para malaikat, dan ia mengaplikasikanya terhadap anak kecil itu. Maka dengan demikian, ia akan memperoleh derajat kedekatan dengan Tuhan semesta alam sebagaimana yang diperoleh para malaikat. Maka Wali tersebut bersama nabi-nabi, orang-orang yang dekat dengan Allah (Al-Muqarrabiin) dan orang-orang yang membenarkan agama (Shidiqiin).

Kepada itulah diisyaratkan dengan sabda Nabi Muhammad SAW “Anaa wakaafilul yatiim kahaataini fil jannah” Artinya, “Aku dan orang yang menanggung anak yatim adalah seperti dua ini di surga”. Nabi SAW mengisyaratkan kepada dua anak jarinya SAW yang mulia.

Obat Harap dan Jalan kepada Harap

 Penjelasan tentang obat harap, dan jalan yang menghasilkan dari keadaan harap dan menguatkan pada harap

Ketahuilah bahwasanya obat harap ini yang membutuhkannya adalah salah satu dari dua macam orang yaitu

1. diperuntukkan bagi seseorang yang telah bersangatan keputus asaaannya dari rahmat Allah sehinga menyebabkan ia meninggalkan ibadah.

2. Diperuntukkan bagi oraang yang bersangatan rasa takutnya kepada Allah dan membuat ia berlebih-lebihan dalam beribadah sehingga dapat merusakkan keadaan dirinya dan keluarganya.

Kedua macam orang tersebut termasuk orang yang menyimpang dari keseimbangan mengarah pada penyia-nyiaan keadaan dirinya. Maka mereka berdua membutuhkan obat untuk menghilangkan mengembalikannya pada keadaan seimbang.

Adapun bagi orang yang bermaksiyat, yang tergelincir dan berangan-angan akan rahmat Allah sedang ia berpaling dari beribadah kepadaNya dan terus berbuat maksiyat, maka obat berupa harap akan berubah menjadi racun yang mematikan, seperti jua keadaannya bagaikan madu yang berguna untuk menyembuhkan penyakit yang mengerasi baginya dingin, maka ia / madu tersebut akan menjadi racun yang merusakkan bagi orang yang mengerasi baginya akan panasnya keadaannya. Bahkan orang yang tertipu tiada menggunakan untuk dirinya selain obat-obat takut dan sebab-sebab yang membangkitkan ketakutan.

Maka karena itulah harus ada orang yang memberi nasihat kepada orang banyak, yang lemah-lembut, yang memperhatikan kepada sebab-sebab terjadinya penyakit, yang memberi obat kepada setiap penyakit dengan sesuatu yang melawannya, tidak dengan menambah penyakit itu-dengan racunnya. Sesungguhnya yang idcari adalah –keseimbangan atau sederhana dalam sifat dan akhlak. Dan sebaik-baik perkara adalah yang di tengah-tengah (sedang/seimbang). Maka apabila melampaii dari keseimbangan yang di tengah-tengah ke salah satu tepi, niscaya harus diobati dengan mengembalikannya kepada keadaan di tengah, tidak dengan sesujatu menambah kecondongannya dariposisi di tengah-tengah.

Zaman sekarang ini adalah zaman yang tidak seyognyanya dipakaikan sebab-sebab harap ke hadapan orang banyak. Akan tetapi perlu sekali kepada sesuatu yang menakutkan juga, agar mengembalikan mereka kepada kebenaran yang sesungguhnya.

Adapun mengutarakan sebab-sebab harap, maka yang demikian ini akan membinasakan mereka dan menjatuhkan mereka secara keseluruhan ke dalam jurang. Apabila sebab-sebab harap itu lebih meresuk ke dalam hati dan lezat di rasa, dan tidaklah maksud dari pemberi nasihat selain untuk menarik mereka dan menuturkan kepada orang banyak dengan pujian di manapun mereka berada, niscaya mereka akan cenderung kepada harap sehingga bertambahlah kerusakan itu. Dan bertambahlah kejerumusan mereka dalam kedurhakaan.

Aliali ra. Berkata,” sesungguhnya orang yang berilmu adalah orang yang tidak mendatangkan keputus asaan kepada manusia dari rahmat Allah, dan tidak menjamin keamanan mereka dari ujian Allah.

Kami akan menyebtkan sebab-sebab harap agar dapat digunakan bagi orang yang putus asa. Atau pada orang yang disangatkan oleh adanya ketakutan, karena mengikuti kitab Allah Ta’ala dan sunah Rasul SAW, karena pada keduanya ini melengkapi akan takut dan harap. Juga karena keduanya mengumpulkan sebab-sebab yang menyembuhkan terhadap jenis-jenis orang sakit. Agar yang demikian ini dipakain oleh para ulama, yang menjadi pewaris para Nabi, menurut kebtuhan, sebagaimana yang dipakai oleh para dokter yang ahli, tidak sebagaimana yang dilakukan oleh orang yang dungu yang menyangka bahwa setiap penyakit obatnya sama bagaimanapun keadaan penyakit itu.

Kondisi harap akan menguat dengan dua hal

Pertama dengan jalan mengambil ibarat (i’tibar)

Kedua dengan penyelidikan ayat-ayat, hadits dan atsar.

Adapun dengan jalan i’tibar yaitu dengan memperhatikan semua yang disebutkan tentang jenis-jenis nikmat pada kitab Syukur. Sehingga ia tahu akan nikmat yang halus-halus dari nikmat Allah yang diberikan kepada hambaNya di dunia. Dan keajaiban-keajaiban hikmaNya yang dipeliharaNya pada penciptaan insan. Sehingga tersedialah bagi insan segala yang penting baginya untuk kelangsungannya hidup di dunia, seperti alat-alat makanan dan apa yang diperlukan seperti anak jari dan kuku. Dan yang menjadi hiasanbaginya seperti lengkungan alis, berlainannya warna bola mata, merahnya kedua bibir dengan tidak sumbing padanya –bibir- tersebut.

Maka dengan bantuan ke-Tuhan-an, apabila tidak berhenti dari hamba-hambaNya pada contoh yang halus tersebut, sehingga Ia tidak ridho bagi hambanya bahwa akan hilang dari mereka kelebihan-kelebihan dan tambahan-tambahan pada hiasan dan hajat keperluan, maka bagaimana Ia ridho mereka dibawa kepada kebinasaan yang abadi ?

Bahkan apabila insan memeperhatikan dengan perhatian yang menyenangkan, maka akna tahulah ia bahwa kebanyakan makhluk telah disiapkan untuknya sebab-sebab kebahagiaannya di dunia. Sehingga ia tidak suka berpindah dari dunia itu dengan kematian, walaupun diberitahukan kepadanya bahwa tiadalah ia akna di azab sesudah kematian selama-lamanya umpamanya. Atau sekali-kali tiada dibangkitkan setelah kematian itu. Maka kebencian mereka itu bukanlah karena tidak lagi mereka di dunia, melainkan kaena sebab-sebab kenikmatan yang membanyak. Dan sesungguhnya yang mengangan-angan akan kematian itu tidaklah banyak.

Jadi keadaan kebanyakan makhluk di dunia itu yang banyak kepadanya adalah keadaan baik dan selamat. Dan tidak engkau jumpai dalam sunnah allah suatu pergantian. Maka dalam hal urusan akhirat akan begitu juga keadaannya, karena yang mengatur dunia dan akhirat itu hanyalah Satu , yaitu Yang Maha Pengampun, Yag Maha Pengasih, Maha kasih Sayang kepada hamba-hambaNya, yang Maha belas Kasih kepada mereka.

Maka apabila diperhatikan dengan sebenar-benarnya, maka akan menjadi kuatlah sebab-sebab harap. Dan juga dari i’tibar dapat diperhatikan tentang hikmah syariat dan sunah-sunahNya, tentang kemuslihatan dunia dan dair segi rahmat bagi seluruh hambaNya. Sehingga sebagian ‘Arifiin melihat ayat tentang utang piutang pada surah Al Baqarah adalah diantara sebab-sebab harap yang terkuat. Maka ditanyaken kepada orang ‘Arifiin tersebut, “apakah yang ada padanya-ayat tersebut- itu harap ?”

Beliau menjawab, “Dunia semuanya itu sedikit, Rizki insan padanya sedikit. Adn hutang itu lebih sedikit daripada rizkinya”. Maka perhatikanlah bagaimana Allah menurunkan ayat terpanjang supaya hambanya mendapat petunjuk kepada jalan menjaga diri dalam menjaga agamanya. Maka bagaimana ia tidak menjaga agamanya yang tiada tukaran baginya.

Kedua : penyelidikan dari ayat-ayat dan hadits-hadits. Maka ayat dan hadits yang menerangkan tentang harap itu tak terhingga banyaknya.

Adapun ayat-ayat yang menerangkan diantaranya adalah Firmn Allah yang berbunyi :

“Qul Yaa Ibaadiyalladziina asrafuu ‘alaa anfusihim Laa taqnuthuu min rahmatiLlaahi InnaLlooha yaghfirudzzunuuba jamii’aa, InnaHuu Huwal Ghafuururrahiin” (QS. Azzumar53)

Yang artinya, “Katakanlah wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas dalam mencelakakan diri sendiri, janganlah kau sekalian putus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya Allah akan mengampuni semua dosa, dan sesungguhnya Dia adalah Maha memberi ampun dan Maha Pengasih”.

Menurut pembacaan RasuluLlah SAW adalah : “Walaa yubalii InnaHuu Huwal Ghafuururrahiim”, yang artinya, “Dan tiada peduli bahwasanya Dia-Allah adalah Maha Memberi Maaf dan Maha Pengasih”.

Allah Ta’ala berfirman, “Wal Malaaikatu yusabbihuuna bihamdi Robbihim wayastaghfiruuna liman fil ardhi”. Yang artinya, “Dan para malaikat itu bertasbih/memuji Tuhannya dan memintakan ampunan kepada penduduk bumi”. (QS. Asy-Syura 5)

Allah Ta’ala menerangkan bahwa neraka itu disediakan bagi musuh-musuhNya dan neraka itu ditakutkanNya kepada para wali-waliNya. Allah berfirman, “lahun min fauqihim dhulalun minannaari wamin tahtihim dhulalun. Dzaalika yukhowwifuLlaahu bihii ‘ibaadaHu” yang atinya, “dan bagi mereka ada naungan api dari atas mereka demikian juga dari bawah mereka-(ada api). Dengan Yang demikian itu Allah memberi ancaman kepada hambanya”. (QS. Az-Zumar 16)

Allah Ta’ala berfirman, “Wattaquunnaarollatii u’iddat lil kaafiriin” yang artinya, “dan takutlah kamu sekalian akan neraka yang disediakan bagi orang-orang yang ingkar”. (QS. Ali Imran 31)

Dan Allah Ta’ala berfirman, “Fa andzarTukum naaron taladhdhoo, laa yashlaahaa illal asyqalladzii kadzaba watawalla”. Yang artinya, “sebab itu Aku memperingatkanmu dari api yang emnyala-nyala. Tidaklah masuk ke dalamnya selain orang-orang yang celaka, yaitu orang yang mendustakan-kebenaran- dan membelakang. (QS. Al-Lail 14-16)

Allah Azza waJalla berfirman, “Wa inna Robbaka ladzuu maghfirotin linnaasi ‘alaa dhulmihim” yang artinya, “dan sesungguhnya Tuhanmu memiliki ampunan bagi manusia atas perbiatan aniayanya”. (QS. Ar-Ra’d 6)

Dikatakan bahwa Nabi SAW senantiasa menanyakan tentang ummatnya. Sehingga dikatakan kepadanya SAW, “Apakah engKau tidak ridho dan telah diturunkan kepada engKau ayat ini, “Wa inna Robbaka ladzuu maghfirotin linnaasi ‘alaa dhulmihim”

Dan tentang penafsiran firman Allah Ta’ala “walasaufa yu’thiiKa RobbuKa fatardho” yang artinya”Dan nanti Tuhanmu akan memberikan kepadamu, maka engKau akan bersenang hati / ridho”. (QS. Adh-Dhuha 5) Bahwa kata Ibnu Abbas, bahwasanya RasuluLlah SAW tiada senang seorangpun dari umatnya masuk neraka.

Adalah Abu Ja’far Muhammad bin Ali mengatakan, “Tuan-tuan penduduk Iraq mengatakan, ‘Ayat yang paling mengandung harapan dari kitab Allah adalah firmanNya “Qul Yaa Ibaadiyalladziina asrafuu ‘alaa anfusihim Laa taqnuthuu min rahmatiLlaahi InnaLlooha yaghfirudzzunuuba jamii’aa, InnaHuu Huwal Ghafuururrahiin” (QS. Azzumar53)- di atas sudah ada.terjemahannya. Dan kami keluarga RasuluLlah SAW mengatakan yang paling mengandung harapan adalah firmanNya ” walasaufa yu’thiiKa RobbuKa fatardho” yang artinya”Dan nanti Tuhanmu akan memberikan kepadamu, maka engKau akan bersenang hati / ridho”. (QS. Adh-Dhuha 5)

Adapun hadits, maka diriwayatkan dari Abu Musa dari NabiSAW bahwasanya beliau bersabda, “Ummatyy Ummatun marhuumah laa ‘adzaaba ‘alaihaa fil aakhirah ‘ajjalaLlaahu ‘iqaabahaa fiddunyaa – al zalaazila wal fatana . faidzaa kaana yaumul kiyaamah dufi’a olaa kulli rojulin min ummaty, rajulun ,im ahlil kitaabi faqiila, ‘hadzaa fidaa’uka minannaar”’. Yang artinya, “UmatKu adalah umat yang diberikah rahmat. Tidak ada adzab bagi mereka di akhirat. Allah akan mnenyegerakan siksanya di dunia dengan gempa bumi dan kekacauan/beberapa fitnah. Maka apabila hari kiyamat nanti niscaya akan ditolakkan pada setiap orang dari umatKu akan seorang dari ahli kitab (yahudi dan nasrani) lalu dikatakan,’ ini adalah tebusan engkau dari api neraka”’.

Menurut susunan kata yang lain ialah, “Ya’ti kullu rojulin min hadzihil ummah biyahuudiyyin au nashrooniyyin ilaa jahannama fayaquulu, ‘hadzaa fidaa’iy minannaari fayulqaa fiihaa’”. Yang artinya, “Setiap orang dri umat ini akan dtang dengan seorang yahudi atau nasrani ke neraka jahanam, lalu ia berkata, ‘inilah tebusanku dari api neraka’, maka orang yahudi atau nasrani itu dicampakkan ke dalam api neraka”’

Nabi SAW bersabda, “Al humma min faihij jahannam wahiya hadhul mu’mini minannaar”. Yanga artinya, “Demam itu dari panasnya jahannam, dan itu adalah keuntungan orang beriman dari api neraka”.

Diriwayatkan tentang penafsiran firman Allah Ta’ala, ”Yauma laa yukhziiLlaahuNnabiyya walladziina Aamanuu” yang artinya, “Pada hari dimana Allah tiada menghinakan Nabi dan orang-orang beriman yang bersama Dia”. (QS. At-Tahrim 8) bahwa Allah Ta’ala menurunkan wahyunya kepada Nabi SAW, “bahwa Aku jadikan perhitungan amal ummat Engkau kepada Engkau SAW”.

Nabi SAW menjawab, “Tidak wahai Tuuhanku, Engkau lebih mengasihani mereka daripadaku”.

Maka Allah Ta’ala berfirman, “Jdai, Kami tidak akan memberikan kehinaan akan Engkau mengenai mereka”.

Diirwayatkan dari Anas bin Malik bahwa RasuluLlah SAW menanyakan Tuhannya tentang dosa-dosa umatnya, maka Nabi bersabda, “Yaa Robbij’al hisaabuhum ilaYya li’allaa yattholi’a ‘alaa masaawihim ghairYi”. Yang artinya, “Yaa allah jadikanlah hisab mereka kepadaku, supaya tidak terlihat keburukan mereka, selain aku”.

Maka Allah Ta’ala menurunkan wahyu kepada Nabi SAW, “Mereka itu umatmu dan mereka itu hamba-hambaKu. Aku lebih sayang kepada mereka daripada engkau. Aku tidak akan menjadikanperhitungan amal mereka kepada selainKu. Agar tidak dilihat oleh engkau dan selain engkau kepada keburukan mereka”.

Nabi SAW berasbda, “HayaatY khoirullakkum wamautY khoirullakum. Ammaa hayatY fa Asunnu lakum sunana wa Usyarri’u lakumussyaraai’a. Wa ammaa mautY fainna a’maalakum tu’radhu alaYya famaa ra aiTu minhaa hasanan hamidTuLlaaha ‘alaihi, wamaa ra aiTu minhaa sayyian istaghfarTuLlaaha Ta’alalakum”.

Yang artinya, “HidupKu adalah kebaikan bagi kamu sekalian. Dan matiKu juga kebaikan bagi kamu. Adapun dengan hidupKu, maka aku sunnahkan bagi kamu sunnah-sunnah dan aku syari’atkan bagi kamu beberapa syari’at (hukum agama). Adapun matiKu, maka semua amalmu dihadapkan kepadaku. Maka apa yang aku lihat dari amal itu suatu kebajikan, maka aku memuji Allah sebab yang demikian. Dan apa yang aku lihat itu sesuatu yang buruk, maka aku memohonkan ampun kepada Allah bagi kamu sekalian”.

Pada suatu hari Nabi SAW mengucapkan, “Yaa Kariimal ‘afwi” Yang artinya, “Wahai Dzaat Yang Maha Memberi ma’af”.

Lalu Jibril AS bertanya, “adakah Engkau tahu apa penafsiran Yaa Karimal ‘Afwi ?”Yaitu jikalau Iamemaafkan dari kejahatan-kejahatan dengan rahmatNya, niscaya digantikanNya kejahatan itu dengan kebaikan, dengan kemurahanNya”.

Nabi SAW mendengar seseorang berdo’a, “Wahai Allah Tuhanku, aku bermohon kepadaMu kesempurnaan ni’mat”.

Kemudian Nabi bersabda, “Hal tadry maa tamaamunni’mat” Artinya, “Apakah engkau tahu apa itu kesempurnaan ni’mat ?”

Laki-laki itu menjawab, “Tidak”.

Kemudian Nabi SAW bersabda, “Dukhuulul Jannah”

Artinya, “masuk surga”.

Para ulama berkata bahwa Allah Ta’ala telah menyempurnakan ni’matnya kepada kita, dengan diridhoinya agama Islam sebagai agama kita, karena Allah telah berfirman, “Wa atmamTu ‘alaikum ni’maTy waradhiiTu lakumul Islaama diinaa” (QS. Al Maa’idah 3). Yang artinya, “dan telah Aku sempurnakan ni’matKu bagi kamu semua, dan Aku ridho Islam menjadi agamamu”.

Dan disebutkan di dalam hadits, “Idzaa adznabal ‘abdu dzanban fastaghfaraLlaaha, yaquuluLlaaha ‘AzzawaJalla slimalaaikatiHi ‘undzuruu ilaa ‘abdy adznaba dzanban fa’alima anna lahu Rabban yaghfiruudzzunuuba waya’khudzu bidzzanbi –Usyhiduukum AnNy qad ghafartu lahu”.

Yang artinya, “apabila seorang hamba melakukan dosa, kemudian meminta ampun kepada Allah, maka Allah Azza waJalla berfirman kepada malaikatNya, lihatlah kepada hambaKu yang melakukan perbuatan dosa, dan ia mengetahui bahwa ia memiliki Tuhan yang dapat menerima taubatnya dan menuntutdosa itu. Maka Aku persaksikan kepada kamu sekalian, bahwa Aku tlah mengampuni dosanya”,

Pada Hadits disebutkan, “Lau Adznabal ‘abdu hatta tablugha dzunuubuhuu anaanassamaa’i, ghafarTuhaa lahu mastaghfaraaNy warojaaNyy”. Yang artinya, “Jika seorang hamba berdosa hingga sampai ke langit (banyaknya)maka Aku akan mengampuninya selama ia mau meminta ampun kepadaKu dan mengharapkan rahmatKu”.

Pada Hadirts diterangkan, “Lau alqiyaNy ‘abDy biqiraabil ‘ardhi dzunuuban, laqaiTuhu biqiraabil ardhi maghfiratan”. Yang artinya, “Jika hambaKu menjumpaiKu dengan dosa sebesar bumi, maka Aku akan menjumpainya dengan ampunan sebesar bumi pula”.

Disebutkan dalam hadits, “Innal malaka layarfa’ul qalama ‘anil abdi idzaa adznaba sitta saa’atin, fa in taba wastahgfara lam yaktubhu ‘alaihi, wa illa katabahaa sayyi’atan”. Yang artinya, “Sesungguhnya malaikat mengangkat pena dari hamba apabila ia melakukan perbuatan dosa enam jam. Maka jika ia betobat dan meminta ampun niscaya malaikat itu tidak menuliskannya. Dan jikalau tidak maka malaikat itu menuliskannya sebagai kejahatan.

Dan pada kata-kata yang lain yang artinya, “Maka apabila malaikat itu menuliskannya atas orang itu dan orag etrsebut berbuat baik, niscaya malaikat yang disebelah kanan mengatakan kepada yang di sebelah kiri dimana malaikat yang sebelah kanan itu sebagai amir atas malaikat yang sebelah kiri. “campakkanlah kejahatan itu, sehaingga aku jumpai dari kebaikannya ituy satu dengan penggandaan sepuluh. Dan aku angkatkan baginya akan sembilan kebaikan’. Maka dicampakkanlah kejahatan itu dari padanya.

Diriwayatkan dari Anas bin Malik RA. Bahwa Nabi SAW bersabda, “Apabila hamba itu berbuat dosa, niscaya akan dituliskan atas diri hamba itu”.

Kemudian seorang arab desa bertanya, “dan jikalau ia bertobat ?”

Nabi SAW mnejawab, “niscaya dihapuslah dosa itu”.

Arab desa bertanya lagi, “Jikalau diulanginya”.

Nabi SAW menjawab, “dituliskan lagi dosa atas orang itu”.

Arab desa bertanya lagi,”Jikalau ia bertobat”.

Nabi SAW menjawab, “Akan dihapuskan dari halaman amalnya”.

Arab desa bertanya, “hingga kapan?”

Nabi SAW menjawab, “Sampai ia memohon ampun kepada Allah SWT dan bertobat keadanya. Sesunguhnya Allah tidak akan bosan memberi ampunan sampai hamba itu merasa bosan memohon ampun kepadaNya. Apabila hamba itu bercita-cita akan kebaikan, niscaya ditulis oleh malaikat yang di sebelah kanan sebagai kebaikan sebelum dikerjakannya. Maka bila niat tersebut dikerjakannya, maka akan ditulis sebagai sepuluh kebaikan. Kemudian dilipatkangandakan oleh Allah sampai tujuh ratus kali lipat. Kemudian apabila seorang hamba bercita-cita melakukan kejahatan, niscaya tidak dituliskannya.dan apabila kejahatan itu dikerjakan, niscaya dituliskan sebagai satu kejahatan. Dan apabila ditinggalkan, maka akan ditulis sebagai satu kebaikan. Dan dibelakangnya terdapat kebaikan dan kema’afan Allah Azza Wa Jalla”.

Seorang laki-laki datang kepada RasuluLlah SAW lalu berkata, “Wahai RasuluLlah sesungguhnya aku tidak berpuasa selain satu bulan. Tidak aku tambahkan daripadanya. Dan aku tidak mengerjakan salay selain hanya yang lima waktu dan tidak aku tambahkan. Dan tidak ada dari hartaku amalan untuk Allah baik dari sedekah, hajji dan amalan sunat. Dimanakah aku bila aku mati ?”.

RasuluLLah SAW tersenyum dan berkata, “Ya..bersama aku apabila engkau nenjaga hati engkau dari dua perkara, : iri hati dan dengki”. Engkau menjaga lidah engkau dari dua perkara, : umpat dan dusta. Dan dua mata enkau dari dua perkara : memandfang ari apa yang diharamkan oleh Allah dan bahwasanya engkau mengejek orang islam dengan menggunakan mata itu. Engkau akan masuk surga bersama aku atas dua tapak tanganku yang ini”.

Dalam hadits yang panjang yang diirwayatkan Anas bin Malik bahwa seorang arab desa bertanya, “Wahai RasuluLlah, siapa yang mengurus hitungan amal makhluk ?”.

RasuluLlah SAW menjawab, “Allah Yang Maha suci dan Maha tinggi”.

Arab desa bertanya lagi, “Dia sendiri ?”

RasuluLlah SAW menjawab, Ya”.

Maka arab desa tiu tersenyum. Lalu RasuluLlah SAW bertanya,”Mengapa engkau tertawa hai arab desa ?”

Ia menjawab, “Sesungguhnya Yang Maha Pemurah itu apabila mentaqdirkan niscaya memaafkan. Dan apabila mengadakan hitungan amal niscaya penuh dengan kelapangan”.

Lalu RasuluLlah SAW bersabda, “Benarlah arab desa ini. Ketahuilah kiranya bahwa tiada yang pemurah yang lebih pemurah dari Allah Ta’ala. Dia lah yang Maha pemurah dari orang-orang yang pemurah”.

Kemudian Nabi SAW bersabda, “orang desa tersebut telah mengerti”.

Dan pada hadis ini disebutkan pula, “Sesungguhnya Allah Ta’ala memuliakan ka’bah dan mengagungkannya. Jikalau ada seoranag hamba yang merobohkannya batu demi batu, kemudian ia membakarnya, maka yang demikian ini belumlah sampai seperti doa orang yang merendahkan wali Allah dari para wali-wali Allah Ta’ala.

Orang arab desa bertanya, “Siapakah para wali Allah itu ?”

Nabi SAW menjawab, “Semua orang mukmin adalah wali Allah Ta’ala. Apakah kamu belum mendengar firman Allah Ta’ala, ‘Allah itu wali bagi orang-orang yang beriman yang mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya yang terang benderang’”.

Dan diterangkan pada sebagian hadits, “Orang mukmin itu lebih utama daripada Ka’bah”. “Orang Mukmin itu baik lagi suci “.

“Orang mukmin itu lebih mulia bagi Allah dari pada malaikat”.

Dan di dalah hadits diterangkan, “Allah Ta’ala sesungguhynya menciptakan neraka jahanam karena rasa kasih sayangNya yang dengan neraka tersebut Ia menggiring hambanya agar masuk ke dalam surga”.

Diterangkan dalam sebuah hadits, “Allah Ta’ala berfirman, ‘Sesungguhnya Aku menciptakan makhluk agar merreka berharap kepadaKu dan Aku tidak menciptakan mereka agar Aku mendapatkan keuntungan dari mereka.

Dan Hadits Abi Sa’id Al-Khudhry, dari Rasulillaahi SAW, “Allah Ta’ala tidak menjadikan sesuatu melainkan dijadikanNya apa yang dapat mengalahkannya. Dan dijadikanNya rahmatNya mengalahkan amarahNya”.

Tersebut dalam hadits yang terkenal, “sesungguhnyaAllah Ta’ala menuliskan atas diriNya rahmat, sebelum Ia menjadikan makhluk. Sesungguhnya rahmatKu itu mengalahkan kemarahanKu”.

Diriwaaytkan dari Mu’adz bin Jabbal RA, dan Anas bin Malik bahwa Nabi SAW bersabda, “Barang siapa yang mengucapkan Laa ilaaha illaLlaah maka ia masuk surga”. “Dan barangsiapa yang akhir kalamnya Laa ilaaha illaLlah maka tidak akan tersentuh api neraka”. ”dan barang siapa yang berjumpa denagn Allah dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu maka haram neraka baginya”. “Dan tidak akanmasuk kedalamnya orang yang di dalam hatinya ada sebutir biji dari iman”. “

Dan dalam hadits diterangkan, “Jika saja orang kafir mengetahui luasnya rahmat Allah niscaya tiada seorangpun yang putus asa dari surgaNya”.

Dan ketika Rasulillaahi SAW membaca firman Allah, “Dan sesungguhnya kegoncangan kiyamat adalah sesuatu yang sangat dahsyat”, Lalu beliau SAW bersabda, “Tahukah engkau hari apakah ini ?, ini adalah hari dimana dikatakan kepada Adam AS, Bangunlah dan carilah akan kecaria nerakan dari anak cucumu”. Maka Adam AS bertanya, berapa ?“. Maka dijawab, “dari seribu, maka yang 999 orang ke neraka dan seorang ke dalam surga”.

Maka kaum / sahabat penuh keheranan. Maka mereka itu menangis seharian dan mereka juga tidak mau berbuat maupun bekerja. Maka datanglah kepada mereka RasuluLlah SAW dan bersabda, “Mengapa kamu tidak mau bekerja ?”.

Mereka menjawab, “ Bagaimana kami akan beramal setelah mendengarkan berita yang demikian ini ?”

Nabi bersabda, “berapa banyak kaumdalam umat-umat itu. Dimana Tawil, Tsaris, Ya’juj dan ma’juj, mereka adalah umat-umat yang tak terhingga banyaknya sehingga hanya Alah yang mengetahuinya. Sesungguhnya kamu semua di antara umat-umat tersebut hanyalah laksana sehelai rambut putih pada kulit sapi jantan yang hitam, dan seperti gurisan pada lengan kaki depan binatang kendaraan”.

Maka perhatikanlah bagaimana umat manusia dihalau dengan cemeti ketakutan dan dituntun dengan tali harapan kepada Allah Ta’ala. Manakala mereka digiring dengan cemeti ketakutan pada kali pertama, kemudian apabila mereka mulai melewati batas keseimbangan hingga sampai kepada rasa putus asa dari rahmat Allah, maka diberi obatlah mereka dengan obat harap dan mengembalikan mereka pada posisi seimbang. Dan poin yang terakhir tadi tidaklah bertentangan dengan poin pertama / takut , akan tetapi disebutkan pada permulaan apa yang dilihatnya menjadi sebab bagi kesembuhan. Dan disingkatkan pada yang demikian. Maka apabila mereka membutuhkan kepada pengobatan dengan jalan harap, niscaya disebutkan kesempurnaan urusan. Maka wajib bagi orang yang ahli memberi nasihat untuk mencontoh Pemimpin pemberi nasihat yaitu RasuluLlah SAW maka berlemah lembuh dalam mempergunakan berita /hadits tentang khouf atau masalah takut keapda Allah, dan harap, menurut kebutuhan setelah menelaah sakit-sakit bathiniah. Apabila hal ini tidak dijaga, maka kerusakan yang ditimbulkan bagi orang yang diberi nasihat akan lebih banyak dari pada perbaikannya.

Di dalam khabar disabdakan, “Jikalau kamu tidak berdosa, maka Allah akan menciptakan makhluk yang mana mereka melakukan dosa kemudian Allah memberi ampunan kepada mereka”.

Dan dalam alfal yang lain, “Niscaya Allah akan pergi dari kamu dan datang kepada kaum yang lain yang melakukan dosa kemudian Allah mengampuni mereka sesungguhna Dia Dzat Yang Maha pemaaf dan Maha Pengasih”.

Dalam hadits yang lain, “Jika kamu semua tidak memiliki dosa, maka Aku lebih khawatir akan sesuatu yang lebih buruk dari pada dosa”. Para ashabat bertanya, “Apakah itu ?”. RasuluLlah SAW bersabda, “Ujub”.

Dan RasuluLlah SAW bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya sesungguhnya Allah lebih menyayangi hambaNya yang beriman daripada seorang ibu yang mengasihi anaknya”.

Dan di dalam hadits diterangkan, “Allah akan memberi ampun kelak di ahri kiyamat akan ampunan yang tiada terguris di hati seseorang. Sampai iblispun menyombongkan diri akan ampunan itu karena mengharap akan diperolehnya”.

Tersebut pada hadits, “sesungguhnya Allah Ta’ala memiliki 100 rahmat, dimana disembunyikanNya rahmat yang 99 dan diperlihatkanNya rahmat yang satu di dunia, yang berdesak-desakanlah semua makhluk pada rahmat yang satu tersebut. Maka ibu kasih sayang kepada anaknya, dan berlemah lembutlah hewan kepada anaknya. Dan apabila telah datang hari kiyamat, maka Allah mengumpulkan rahmat yang satu ini kepada rahmat yang 99 kemudian dihamparkannya kepada makhlukNya. Dan setiap rahmat darnya adalah sebesar lapisan langit dan bumi”. Nabi SAW kemudian bersabda, “Maka tiada binasalah pada hari itu kecuali orang-orang yang binasa”.

Diterangkan dalam sebuah hadits, “Tidak ada diantara kamu sekalian yang amalnya dapat memasukkannya ke dalam surga”.

Para sahabat bertanya, “Termasuk juga engkau Yaa RasuluLlah ?”

RasuluLlah SAW menjawab, “ Termasuk juga aku, selain bahwa aku diselubungkan oleh Allah dengan rahmatNya”.

Dan RasuluLlah SAW bersabda,”Beramalah kalian semua dan berilah kabar gembira. Dan ketahuilah bahwa seseorang tidak akan diselamatkan oleh amalnya”.

Nabi SAW bersabda, “sesungguhnya aku sembunyikan syafa’atku kepada orang-orang yangberbuat dosa besar dari umatku. Adakah engkau lihat syafa’at itu bagi orang-orang yang ta’at, yang taqwa saja ?, Tidak. Bahkan syafaat itu bagi orang-orang yang berlumuran dosa, yang mencampur adukkan antara dosa dan bukan dosa”.

19/04/2007 0:26:30

Dan Nabi SAW bersabda, “Aku diutus membaw agama yang benar,yang penuh kelapangan/samhah, dan penuh kemudahan”.

Dan RasuluLlah SAW bersabda, “Aku senang agar diketahui oleh dua golongan ahli kitab bahwa di dalam agama kami adalah penuh kelapangan”. Dan masih menunjukkan makna yang demikian yaitu tentang keterkabulannya do’a orang mu’min pada do’anya, “Janganlah engkau bebankan kepada kami sesuatu yang berat” QS. AL Baqarah 276.

Dan Allah Ta’ala telah berfirman, “dan meringankan beban mereka dan belenggu yang menyusahkan mereka”.

Dan telah meriwayatkan Muhammad bin Hanafiyah dari Aly RA sesungguhnya ia berkata, “ketika turun firman Allah Ta’ala. ‘Fashfahishafhassjamiil’ yang artinya ‘maka berimaaflah dengan pemberian ma’af yang baik’ , maka Nabi SAW bertanya, ‘Yaa Jibriil, apa itu Safhasjamiil ?. maka Jibril menjawab, ‘jika engkau memebri ma’af kepada orang yang menganiaya engkau, maka janganlah engkau mencelanya’.

Maka RasuluLlah SAW bersabda, “Wahai Jibril, maka sesungguhnya Allah Ta’ala itu lebih pemurah dari pada Ia mencela orang yang dima’afkanNya’. Maka menangislah Jibril, dan menangislah Nabi SAW, maka Allah Ta’ala mengutus Mika’il Alaihissalam kepada keduanya dan berkata, ‘Sesungguhnya Tuhan menyampaikan salam kepada kalian dan berfirman, “bagaimana Aku mencela orang yang telah Aku ma’afkan ?. yang demikian ini adalah sesuatu yang tidak menyerupai kemurahanKu”.

Dan hadits yang menerangkan tentang raja’ atau harap banyak sekali dan tidak terbilang. Adapun atsar atau perkataan sahabat, maka telah berkata Aly KarramaLlaahu Wajhah,”Barang siapa yang berbuat dosa dan Allah menutupinya di dunia, maka Maha Mulia Allah jika Ia membukanya dosa tersebut di akhirat. Dan barang siapa yang berbuat dosa dan Allah telah membalasnya di dunia, maka Allah Ta’ala Maha Adil untuk mengulangi siksaan kepada hambaNya di akhirat.

Imam Atsauri telah berkata, “Aku ridak suka jika dijadikan perhitungan amalku kepada kedua orang tuaku karena aku mengetahui sesungguhnya Al;ah Ta’ala lebih belas kasih terhadapku daripada keduanya”.

Dan sebagian ulama salaf berkata, “Orang mu’min apabila berma’siyat kepada Allah Ta’ala maka Allah menutupinya dari penglihatan malaikat agar malaikat tidak melihatnya sehingga mereka dapat berdiri menjadi saksi”.

Dan Muhammad bin Sha’b menulis surat kepada Aswad bin Salim dengan tulisannya sendiri, “Sesungguhnya seorang hamba apabila ia melampaui batas kepada dirinya sendiri kemudian ia mengangkat kedua tangannya seraya berdo’a, ‘Wahai Tuhanku’ Maka malaikat menutup/mendindingkan suara hamba tersebut, demikian untuk yang ke dua kalinya dan ke tiga kalinya, apabila sudah sampai yang ke empat kali ia berdoa ‘wahai Tuhanku’, maka Allah Ta’ala berkata kepada para malaikatNya “Sampai kapan kalian menghalangi Aku dari suara hambaKu? Sesungguhnya hambaKu itu mengetahui bahwa baginya tidak ada Tuhan yang dapat mengampuni dosa selain Aku. Aku persaksikan kepada kalian sesungguhnya Aku telah mengampuni dosanya.

Telah berkata Ibrahim bin Adham RA, suatu malam aku tidak berkesempatan melakukan tawaf karena hari itu turun hujan dan malam sangat gelap gulita. Maka berdirilah aku di multazam di sisi pintu Ka;bah. Aku berdo’a, “Wahai Tuhanku, peliharalah aku sehingga aku tidak bermaksiyat kepadaMu selamanya. Maka terdengarlah hatif / suara tanpa wujud dari dalam baituLlah, ‘Wahai Ibrahim engkau meminta pemeliharaan dariKu dan setiap hambaku meminta pemeliharaan dariKu. Jika Aku memelihara mereka, maka kepada siapa Aku memberikan karunia ? dan kepada siapa aku memberikan ampunan ?’.

Dan AL-Hasan telah berkata, “Seandainya seorang mukmin tidak pernah melakukan dosa, niscaya ia akan terbang ke langit yang tinggi, akan tetapi Allah Ta’ala mencegahnya dengan dosa”.

Dan telah berkata Al-Junaid RA. “Jikalau nampaklah mata orang pemurah niscaya menghubungkanlah ia di antara orang jahat dengan orang yang berbuat baiik”.

Dan Malik bi Dinar telah bertemu dengan Abban, maka ia bekata kepadanya, Sudah berapa banyak engkau berbicara kepada manusia tentang keringanan/rukhshah ?”. Maka Aban menjawab, “Wahai Abu Yahya, sesungguhnya aku sangat mengharapkan jika engkau melihat kemaafan Allah di hari kiyamat akan apa yang engkau koyak dari pakaian engkau karena sangat gembiranya”.

Dan di dalam hadits Rabi’y bin Harasy dari saudaranya, dan sungguh ia termasuk sebaik-baik tabi’in. Dan ia / saudaranya itu termasuk oarng yang berkata-kata sesudah ia meninggal. Maka Rabi’y berkata “Ketika saudaraku meninggal maka ia ditutup dengan pakaiannyadan kami letakkan dia di atas keranda. Maka ia membukakan kain yang menutupinya dari arah wajahnya dan duduk lurus dan berkata, “sesungguhnya aku telah bertemu dengan Tuhanku Azza wa Jalla maka Ia menyambutku dengan penuh suka cita. Dan Tuhanku tidak marah. Dan aku melihat segala urusan sangatlah mudah dari pada apa yang kalian persangkakan, maka janganlah kamu lesu. Dan sesungguhnya RasuluLlah SAW melihatku demikian pula para sahabat beliau hingga aku kembali kepada mereka.

Rabi’y meneruskan ceritanya, “Kemudian ia (saudaraku) mencampakkan dirinya seakan akan seperti sebuah batu yang jatuh pada tempat cuci tangan, maka kami pikul ia dan kami kebumikan”.

Dan tersebut di dalam hadits, “Sesungguhnya ada dua orang laki-laki dari bani Israel mengikat persaudaraan karena Allah Ta’ala. Maka salah satu dari keduanya adalah termasuk orang yang menganiaya diri sendiri dengan ma’siyat dan yang satunya lagi adalah ahli ibadah, dan ia menasehatinya dan menghardiknya pula. maka ia berkata kepada temannya yang menghardiknya, “tinggalkanlah aku. Demi Tuhanku, apakah engkau diutus untuk memata-matai aku? hingga pada suatu hari ia mendapat temannya yang ahli ma’siyat sedang melakukan dosa besar maka marahlah ia dan berkata, “Allah tidak akan mengampunimu”. Maka dijawabnya, “Kelak Allah pada hari kiyamat akan berkata ‘Adakah seseorang mampu mencegah rahmatKu atas hambaKu ? pergilah kamu dan sungguh Aku telah mengampuni kamu. Kemudian Allah berkata kepada yang ahli ibadah, ‘dan untukmu, sungguh engkau telah mengharuskan bagi dirimu neraka’.

Nabi SAW bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh ia telah berbicara dengan perkataan yang membinasakan dunianya dan akhiratnya”.

Dan diriwayatkan pula sesungguhnya ada pencuri pada masa bani Israil, dan ia tealh merampok selama empat puluh tahun. Maka lewatlah Nabi Isa AS sedangkan dibelakang beliau ada pula seorang ahli ibadah di kalangan bani Israel dari golongan hawariyyin, Maka berkatalah pencuri itu dalam hatinya, “Ini adalah Nabi Allah dan di samping beliau ada sahabatnya yang ahli ibadah. Jika aku turun bersama mereka, maka aku menjadi ketiganya dari mereka. Maka turunlah pencuri tersebut dan hendak menggabungkan diri dengan mendekati sang hawariyyin dengan cara menghina dirinya sendiri dan memuliakan sang hawariyyin dengan berkata pada dirinya sendiri, ‘orang sepertiku tidaklah pantas berjalan berdampingan dengan orang yang ahli ibadah ini’. Dan sang hawariyyin merasa sesuatu dalam dirinya dan ia berkata dalam hatinya, ‘orang jelek ini berjalan disampingku….Maka ia merapatkan dirinya dengan Nabi Isa AS dan berjalan disamping Nabi Isa AS sedangkan si pencuri tetap berjalan di belakangnya. Maka Allah Ta’ala memberikan wahyu kepada Nabi Isa AS, “Katakan kepada keduanya agar mereka mengulang semua amal mereka karena sesungguhnya telah terhapuslah semua amal mereka sebelumnya. Adapun hawariyyin telah terhapuslah amal baiknya disebabkan ia ujub kepada dirinya sendiri. dan adapun yang satunya lagi, juga telah terhapuslah keburukannya disebabkan ia telah menghinakan dirinya sendiri”. Maka Nabi Isa AS mengabarkan kepada keduanya hal akan tersebut dan pencuri itu menggabungkan diri dengan beliau AS dan dijadikannya menjadi sahabatnya.

Dan diriwayatkan dari Masruq sesungguhnya ada seorang Nabi diantara para Nabi AS sedang bersujud. Kemudian seorang ahli maksiyat menginjak lehernya dan lengketlah antara batu dengan dahinya. Maka Nabi AS tersebut mengangkat kepala beliau seraya marah dan berkata, ‘Pergilah, Allah tidak akan mengampunimu’. Maka Allah menurunkan wahyu kepadanya “Engkau telah bersumpah atasKu pada hambaku, sesungguhnya Aku telah mengampuninya”.

Dan mendekati dari yang demikian, apa yang diriwayatkan oleh Ibni Abbas RA, “Sesungguhnya RasuluLlah SAW berdo’a untuk orang-orang musyrik dan melaknatin mereka di dalam shalat beliau SAW. Maka turunlah kepada beliau firman Allah Ta’ala, ‘Laisa laka minal amri syai-un, au yatuuba ‘alaihim au yu’adzzibahum Yang artinya, “Tiadalah engkau mempunyai kepentingan dalam perkara itu sedikitpun , Allah menerima taubat mereka atau menyiksa mereka (QS. Ali Imran 128). Kemudian Beliau SAW meninggalkan tidak berdo’a untuk mereka dan Allah telah memberikan hidayahNya kepada kebanyakan mereka dengan agama Islam”.

Diriwayatkan dalam sebuah atsar, bahwasanya ada dua orang yang sama-sama ahli ibadah dan satu level ibadahnya. Maka apabila keduanya telah dimasukkan surga, diangkatlah salah satu dari keduanya kepada derajat yang tinggi mengalahkan temannya yang satu lagi. Maka berkatalah ahli ibadah yang satunya, “Wahai Tuhanku, tidaklah dia di dunia lebih banyak ibadahnya dari pada aku.sehingga engkau tinggikan derajadnya di surga dari pada aku ?

Maka Allah berfirman, “Sesungguhnya ia meminta kepadaku derajat yang tinggi di surga sedangkan engkau memintaku agar engkau selamat dari api neraka. Maka Aku berikan kepada setiap hamba akan apa yang ia minta kaepdaKu. Dan yang demikian ini menunjukkan bahwasanya beribadah atas dasar harap itu lebih utama daripada beribadah atas dasar takut / khouf, karena sesungguhnya kecintaan itu lebih keras bagi orang yang berharap daripada orang yang takut.

Maka berapa banyak perbedaannya pada raja-raja antara orang yang melayani karena takut akan siksanya dan antara orang yang melayaninya karena mengharapkan kebaikan dari raja dan kemurahannya. Karena itu Allah Ta’ala memerintahkan untuk selalu berperasanka baik , dank arena demikian maka RasuluLlah SAW bersabda, “SaluuLlaahad darajaatil ‘ulaa fa innamaa tas’aluuna kariimaa” yang artinya , “mintalah kepada Allah derajad yang tinggi karena sesungguhnya engkau meminta kepada Zat Yang Maha pemurah”.

Dan bersabda, “idzaa sa-altumuLlaaha fa-a’dhimuurraghbata was aluul firdausai a’laa fa-innalLaaha Ta’ala laa yata’adhamuHu syai-un”. Yang artinya “Apabila kamu semua meminta kepada Allah maka besarkanlah keinginan dan mintalah surga firdaus yang tertinggi, karena sesungguhnya Allah Ta’ala tiadalah sesuatu yang besar bagiNya”.

Dan telah berkata Bakr bin Salim Ash-Shawaaf, “Kami memasuki rumah Malik bin Anas pada waktu sore hari dimana ia wafat pada sore itu. Maka kami bertanya, ‘Wahai aba AbdilLah, bagaimana engkau mendapati dirimu ?’. Ia menjawab, ‘aku tidak tahu, apa yang aku katakan kepadamu selain engkau akan melihat dari kemaafan Allah apa yang tidak ada bagimu pada penghitungan amal (hisab)”. Kemudian kami tetap di situ hingga kami tidak mengetahui lagi maksud perkataannya.

Telah berkata Yahya bin Mu’adz di dalam munajahnya, “Harapku kepadaMu dalam kesalahanku, hampir mengalahkan harapanku kepadaMu dalam ta’atku. Karena sesungguhnya aku berpegangan dalam amal dengan ikhlash, dan bagaimana pula aku dapat menjaganya ? sedangkan aku berada dalam bahaya. Dan aku mendapati diriku ketika berdosa, maka aku berpegangan kepada kema’afanMu. Maka bagaimana Engkau tidak mema’afkanku sedangkan Engkau bersifat Maha Pemurah ?

Diriwayatkan bahwasanya ada seorang majusi bertamu kepada Ibrahim Al-Khalil AS, Maka beliau berkata, “Apabila kamu mau masuk Islam maka aku akan menjamu kamu sebagai tamu. Orang Majusi itu lalu pergi, kemudian Allah Ta’ala memberikan wahyu kepada Nabi Ibrahim AS, ‘Engkau tidak memberi makan kepada majusi kecuali ia mau merobah agamanya. Dan Aku selalu memberinya makan selama 70 tahun dalam kekafirannya. Jika saja engkau menjamunya semalam, maka apa yang ada atas engkau ?”

Maka pergilah Nabi Ibrahim AS menyusul majusi itu dan memintanya kembali dan menerimanya sebagai tamu.

Maka Majusi itu bertanya kepada Nabi Ibrahim AS, “apa yang terjadi padamu akan semua ini ?.” Maka Nabi Ibrahim menceritakan semua kejadiannya. Maka berkatalah orang majusi, “apakah karena ini engkau menghubungiku ?. dan dilanjutkannya ,”kemukakanlah kepadaku tentang Islam”. Maka masuk islam lah majusi itu.

ustadz Abu Sahl Ash-Sha’luki Telah melihat Abu Sahl Az-Zujaji di dalam mimpi. Dan beliau Abu Sahl Az-Zujaji telah berkata tentang janji azab selama-lamanya. Lalu Abu Sahl Ash-Sha’luki bertanya, “bagai mana keadaanmu ?”. beliau menjawab, ‘kami mendapati urusan lebih mudah adripada yang kami perkirakan. Kemudian sebahagian dari mereka bermimpi bertemu dengan Abu Sahl Ash-Sha’luki dalam keadaan yang sangat bagus yang tidak dapat disifatkan. Maka ditanyakan kepada beliau, ‘wahai ustadz, dengan apa engkau memperoleh derajad ini ?’ maka dijawab, “dengan berbaik sangka kepada Tuhanku”.

Dikisahkan sesungguhnya Abul Abbas bin Suraij RA semoga Allah merahmati beliau bermimpi dalam sakit dimana beliau meninggal pada sakitnya itu, seakan kiyamat sudah terjadi. Tiba-tiba Allah Yang Maha Perkasa berfirman, “Dimanakah para Ulama ?”. Maka datanglah para Ulama, kemudian Allah berfirman, “Apa yang kamu amalkan dengan ilmumu ?”. kamipun menjawab, ‘Wahai TUhanku, kami teledor dan kami berbuat jahat’. Maka Allahpun mengulangi pertanyaan seakan Dia tidak berkenan dengan jawabantadi dan menghendaki jawaban yang lain. Maka aku menjawab, ‘ Adapun aku yaa Allah tiadalah terdapat pada catatan amalku sesuatu syirik dan sungguh Engkau telah berjanji bahwa Engkau akan mengampuni yang kurang dari itu. Maka Allah berfirman, “pergilah kalian semua dengan dia / Abul Abas dan telah Akuampuni kalian semua. Dan wafatlah Abul Abbas setelah tiga hari –darimimpi itu.

Diceritakan adalah seorang laki-laki peminum khamr, mengumpulkan teman-temannya, dan memberikan 4 dirham kepada budaknya dan memerintahkannya untuk membelikan sesuatu dari buah-buahan untuk hidangan. Maka lewatlah budak tadi di pintu majli Manshur bin ‘Ammar, dan beliau meminta sesuatu untuk pafa fakir miskin, dengan berkata, “Barang siapayang memberinya uang 4 dirham, maka aku akan mendoakannya dengan 4 macam doa”.

Selanjutnya diceritakan, “maka budak tersebut menyerahkan uangnya yang 4 dirham , maka berkatalah Manshur,

“Apa yang engkau inginkan agar aku mendo’akanmu ?”.

Orang itu menjawab, “Aku mempunyai tuan, dan aku ingin agar aku terbebas/merdeka darinya”.

Maka berdoalah Manshur yang demikian.

Kemudian bertanya lagi, “yang lain ?”.

Kemudian budak itu berkata lagi, “Aku mohon dido’akan agar Allah SWT mengganti dirham-dirhamku. Lalu Manshur mendoakannya,

kemudian bertanya lagi “yang lain ?” Budak itu menjawab “Kiranya Allah mengampuniku dan juga tuanku dan juga engkau serta rombongan teman-temanku”. Maka berdoalah Manshur yang demikian.

Kemudian kembalilah budak tadi kepada tuannya maka tuannya bertanya “mengapa terlambat”. Maka budak ltu menceritakan kisah yang dialaminya di perjalanan dengan Manshur, dan tuannya bertanya, “apa yang engkau mohonkan

BUdak itu menjawab, “Aku mohon agar aku terbebas / merdeka .

Tuannya berkata , “Pergilah sekarang engkau merdeka”.

Tuannya bertanya lagi,” dan apa permintaanmu yang ke dua ?”.

Budak itu menjawab, “Aku meminta agar Allah SWT mengganti dirham-dirhamku”.

Tuannya berkata, “Bagimu aku beri 4000 dirham.”. Tuannya bertanya lagi “ KEmudian apa permintaanmu yang ke tiga ?”

Budak itu menjawab, Aku mohon agar Allah SWT membuat engkau mau bertobat”.

Tuan itu menjawab, “Sekarang aku bertobat kepada Allah SWT”. Tuannya bertanyalagi, “Kemudian apa permintaanmu yang ke empat ?”.

Budak itu mrenjawab, “Aku mohon agar Allah SWT mengampuniku dan engkau, dan teman-temanmu”.

Tuannya menjawab, “Yang satu ini tidak ada pada diriku “.

Maka ketika terrtidur malam itu, bermimpilah ia seakan – akan ada yang berkata kepadanya, “ Engkau telah berbuat apa yang ada padamu, apakah engkau akan melihat bahwa Aku tidak melakukan apa yang ada padaKu ? Sungguh telah Aku ampuni engkau, dan juga budak engkau , dan kepada Manshur ibnu ‘Ammar, dan juga teman-temanmu semua”

Dan diriwayatkan dari Abdul Wahab bin Abdul Hamid, Ats-Tsaqafi, berkata, “Aku melihat tiga orang laki-laki dan seorang perempuan sedang mengusung jenasah, maka aku ambil alih posisi wanita itu dan kami mengusungnya ke kuburan, dan kami menshalatkannya di sana kemudian kamu menguburkannya. Aku bertanya kepada wanita tadi, “Siapakah mayit ini dari pihak engkau?”

Wanita itu mwnjawab, “Dia adalah anakku”

Aku bertanyan ,”Apakah engkau tidak memiliki tetangga ?”

Wanita itu menjawab, “Aku mempunyai tetangga akan tetapi mereka semua meremehkan dia“.

Aku bertanya, “Mengapa demikian ?”

Wanita itu menjawab, “Dia /a anakku adalah banci”

Abdul Wahab meneruskan ceritanya, “Maka aku merasa kasihan kepadanya, selanjutnya aku ajaklah wanita itu ke rumahku, dan aku berikan beberapa dirham serta gandum dan beberapa helai kain. Pada malam harinya ketika tidur aku bermimpi, ada seseorang yang dating kepadaku, dimana wajahnya bersinar bak bulan purnama dengan mengenakan pakaian putih dan berterimakasih kepadaku. Maka aku bertanya, “Siapakah kamu ?”

Dia menjawab, “aku adalah banci yang telah engkau kuburkan. Tuhanku telah mengampuniku disebabkan karena manusia telah menghinaku”.

Telah berkata Ibrahim Al – Athruusyi “Suatu ketika kami duduk-duduk di Baghdad bersama Ma’ruuf Al-Kharqi RA di tepi sungai Dajlah, tiba-tiba lewatlah anak – anak muda dengan menaiki perahu dan menabuh rebana seraya minum khamr dan bersenang-senang.

Orang-orang berkata kepada Ma’ruuf, “Bukankah engkau lihat mereka bermaksiyat kepada Allah SWT secara terang-terangan ? Maka berdo’alah bagi mereka”.

Maka Syaikh Ma’ruuf Al-Kharqi mengangkat tangan beliau dan berdo’a, “Wahasi Tuhanku, sebagaimana Engkau gembirakan mereka di dunia, maka gembirakanlah mereka di akhirat”.

Orang-orang bertanya kepada Syaikh Ma’ruuf, “Sesungguhnya kami memohon engkau agar engkau mendo’akan bagi kebinasaan mereka”.

Syaikh Ma’ruuf menjawab, “jika Allah SWT memberikan mereka kebahagiaan di akhirat niscaya Allah SWT membuat mereka bertobat”.

Dan sesungguhnya sebagian ulama salaf berkata dalam do’anya, “Wahai Tuhanku, penduduk mana yang tidak pernah bermaksiyat kepadaMu ? kemudian ni’matmu Engkau berikan kepada mereka ? dan rizki tetap Engkau edarkan kepada mereka ? Maha suci Engkau, alangkah kasihnya Engkau, Demi keagungan Engkau, sesungguhnya Engkau menghinggakan, kemudian Engkau menyempurnakan ni’mat dan engkau cuurahkan, dan Engkau peredarkan rizki. Seakakn-akan Engkau Wahai Tuhanku tiada akan marah”.

Maka demikian ini beberapa sebab yang menarik ruuh harap pada hati orang-orang tang takut dan putus asa. Adapun orang yang dungu dan tertipu, tidak seharusnya mendengarkan sesuatu dari semua ini (yang menarik harap) akan tetapi sebaiknya mendengarkan Inasihat yang dapat mengambalikannya kepada rasa takut karena sesungguhnya kebanyakan manusia tidak akan menjadi baikkecuali dengan pentakutan seperti budak yang buruk dan anak kecil yang jorok, tidak dapat berlaku benar kecuali dengan cambuk dan tongkat dan melahirkan kata-kata kotor. Adapun kebalikan dari yang demikian, maka akan menyumbat mereka pintu perbaikan pada agama dan dunia mereka.
By Ashari